Batik Sekar Turi andalkan motif khas Sleman

id batik sekar turi andalkan motif

Batik Sekar Turi andalkan motif khas Sleman

Ilustrasi batik campur sari (batik ceplok) (Foto batikfromtraditionalgoesinternational.blogspot.com)

Sleman (Antara Jogja) - "Omah Batik Sekar Turi" di Dusun Gatak, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, memunculkan dan mengandalkan ide kreatif untuk membuat motif batik yang menjadi ciri khas Sleman, yakni Batik Campur Sari.

"Sebenarnya motif khas ini merupakan perpaduan antara motif-motif batik klasik kontemporer yang digabungkan dalam satu pola batik dan lebih dikembangkan lagi dalam masalah pewarnaan," kata pemilik "Omah Batik Sekar Turi" Endang Wilujeng di Sleman, Sabtu.

Menurut dia, batik-batik klasik kontemporer khususnya khas gaya Yogyakarta selama ini hanya bermain dengan warna hitam, putih, dan cokelat sehingga terkesan kurang menarik.

"Atas dasar itu, kami mencoba untuk lebih mengembangkan lagi dan menggabungkan motif-motif yang sudah ada patronnya dalam satu lembaran pola batik dan kemudian untuk pewarnaan juga dikembangkan dengan warna-warna yang lebih mencolok dan cerah baik itu yang pewarnaan alami maupun pewarnaan dengan zat kimia," katanya.

Ia mengatakan ide kreatif untuk menciptakan motif batik "Campur Sari" tersebut karena saat ini persaingan pasar batik yang ketat sehingga dituntut untuk bisa mengembangkan baik motif maupun pewarnaannya.

"Jujur saja dengan motif klasif kontemporer persaingan sangat ketat karena di sejumlah daerah juga terdapat sentra batik, selain itu harga jualnya juga tidak bisa tinggi, sedangkan untuk motif `Campur Sari` ini harga jual bisa jauh lebih tinggi mulai dari Rp125 ribu hingga Rp2,5 juta per lembar," katanya.

Endang yang 1,5 tahun menggeluti kerajinan batik itu mengatakan motif "Campur Sari" juga lebih laku di pasaran baik lokal maupun ekspor.

"Pasar ekspor saat ini baru di Singapura, sedangkan untuk negara lain belum dicobha karena kami sendiri `kualahan` untuk memenuhi permintaan yang rata-rata mencapai 50 lembar per bulan," katanya.

Ia mengakui proses pembuatan batik "Campur Sari" memang rumit karena harus melalui beberapa kali pencelupan dan pelorotan warna.

Dengan tenaga kerja yang saat ini hanya 15 orang itu, pihaknya "kualahan" untuk memenuhi pemesanan.

"Permintaan batik justru banyak dari luar daerah, seperti Jakarta, Semarang, dan Yogyakarta sendiri. Meski tergolong mahal, namun permintaan tidak pernah surut. Kami juga mengharapkan adanya dukungan dari pemerintah, khususnya dalam pameran supaya bisa lebih mendunia," katanya.

(V001)