Konsisten lestarikan seni tradisi, Padepokan Sekar Djagad diganjar joglo

id padepokan sekar djagad

Konsisten lestarikan seni tradisi, Padepokan Sekar Djagad diganjar joglo

Gamelan pengiring tarian (ANTARA/HO-Padepokan Sekar Djagad)

Yogyakarta (ANTARA) - Padepokan Sekar Djagad di Mutihan, Madurejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), diganjar joglo oleh Holcim Foundation karena dinilai konsisten dalam melestarikan dan mengembangkan seni tradisi khususnya seni tari dan karawitan.

"Kami mendapatkan bantuan bangunan berupa joglo dari Holcim Foundation melalui program CSR-nya. Ambassador Holcim Foundation menilai saya sampai saat ini masih konsisten menjadi seorang seniman khususnya di bidang seni tari," kata Pemilik Padepokan Sekar Djagad Hajar Wisnu Satoto, Senin.

Menurut dia, Ambassador Holcim Foundation berkolaborasi untuk mencari kegiatan yang mempunyai bobot seni dan budaya yang perlu dibantu. "Kemudian saya mendapatkan link itu dalam sebuah perjalanan yang tidak panjang akhirnya kami ditimbang oleh Ambassador itu dan disuruh untuk membuat semacam portofolio serta perjalanan kehidupan saya ketika dulu sampai detik ini mencintai seni," kata Mas Totok, panggilan akrab Hajar Wisnu Satoto.

Hal itu yang membuat mereka tertarik dan akhirnya dengan resmi dan sah pada tahun 2024 ini benar-benar membantu dan merealisasikan joglo untuk kegiatan berkesenian dan berdiskusi mengenai seni budaya.

"Saya sebagai seorang seniman tari jika disuruh membuat joglo sendiri dengan biaya yang begitu besar belum tentu bisa," kata Mas Totok yang pernah menjadi Pemuda Pelopor Seni Budaya dan Pariwisata Tingkat Nasional.

Lulusan seni tari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyajrato itu mengatakan Holcim memberikan penghargaan itu karena menilai pemilik Padepokan Sekar Djagad tidak terbatas sebagai pelaku seni saja tetapi ada efek domino yang membuat seni ini tetap berkembang dan mempunyai wadah dan akhirnya bisa mengantarkan seni sampai menjadi produk-produk yang sifatnya bisa mendukung dalam kepentingan suatu daerah.

"Kami terlibat dalam pementasan di Dinas Kebudayaan Sleman, di Ramayana Prambanan kemudian ada lagi ketika kami diminta untuk pementasan-pementasan di luar kota ataupun di luar pulau ataupun di mancanegara. Nah ini yang tantangan paling menarik di situ namun setelah adanya joglo ini kami tidak terus merasa kami hanya sebatas penggagasan tetapi justru PR kami lebih banyak tantangan ke depannya," kata Mas Totok, anak dari seniman karawitan Gunawan Sutopo.

"Kami sudah pernah mengunjungi 14 negara melalui misi-misi budaya maupun dalam acara-acara seperti pameran ataupun gelaran dalam bentuk delegasi. Kalau joglo sudah berdiri dengan tegak jangan sampai hanya berhenti sampai di situ saja," ujar pemeran Ramawijaya dalam pementasan Sendratari Ramayana di Candi Prambanan itu.

Ia menjelaskan fungsi dari Joglo ke depannya adalah tempat latihan, tempat pementasan, tempat diskusi, dan bisa dimanfaatkan untuk komersial yang tujuannya untuk menghidupi sebuah komunitas.

"Kami sudah melakukan pra-peresmian joglo pada tanggal 25 Juli 2024 dengan menggelar ritual tarian dengan empat penari dalam rangka menaikkan 'polo' untuk bangunan joglo. Pada tanggal 30 Juli 2024 siang kami akan meresmikan joglo secara fungsional dengan menampilkan pertunjukan yang sifatnya hiburan dan pada malam harinya acara seremonial penyerahan joglo dari pihak Holcim disaksikan oleh perwakilan Dinas Kebudayaan Sleman," katanya.

Untuk pertunjukan tari dalam rangka peresmian joglo tersebut, Mas Totok telah membuat karya tentang sejarah Mataram, yakni Hadeging Mataram. Pertunjukan tari itu menggambarkan pendirian Kerajaan Mataram oleh Panembahan Senopati.

"Saya senang dengan tokoh Panembahan Senopati sebagai inspirasi saya untuk menuangkan sebuah emosi yang mewakili semangat saya. Dalam artian sebagai sumber semangat saya," kata Mas Totok.