Menteri LH: banjir di Indonesia bencana ekologis

id menteri lh banjir

Menteri LH: banjir di Indonesia bencana ekologis

Menteri Negara (Meneg) Lingkungan Hidup (LH) Balthasar Kambuaya (antaranews.com)

Bogor (Antara Jogja) - Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya berpendapat banjir yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia dewasa ini merupakan bencana yang dipicu faktor alam dan kerusakan ekologis
 
Banjir yang kita hadapi sekarang akibat kerusakan ekologis. Ekologi kita hancur total," kata Balthasar Kambuaya saat meninjau lokasi pembongkaran vila di Puncak, Bogor, Senin.

Mengenai banjir di ibu kota dan sekitarnya yang terjadi dalam sepekan terakhir, dikatakannya, merupakan pengaruh Monsoon Asia yang terkonsentrasi di wilayah Jakarta dan sebagian Jawa Barat dengan curah hujan cukup tinggi secara bersamaan mulai dari hulu Sungai Ciliwung hingga hilir yang disertai dengan pasang air laut.

Menurut Balthasar, jika dibandingkan banjir pada 2007 curah hujan saat ini tidak lebih dari 300 mm per hari, namun karena perubahan tata ruang yang meningkat pesat baik di kawasan hulu, tengah maupun hilir terutama untuk pemukiman.

Secara umum laju kerusakan ekologis atau degradasi lingkungan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan terlihat dari penurunan luas tutupan hutan di Indonesia dari 49,37 persen pada 2008 menjadi 47,73 persen pada 2012 atau mengalami degradasi sebesar 1,64 persen dalam waktu empat tahun.

Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung terjadi penurunan luas tutupan hutan dari 9,4 persen pada 2000 menjadi 2,3 persen pada 2010 atau mengalamii laju degradasi sebesar 7,14 persen dalam kurun waktu 10 tahun atau 0,7 persen per tahun.

Kerusakan ekologis di DAS Ciliwung saat ini seperti meningkatnya lahan kritis dengan tingkat erosi dan sedimentasi yang tinggi, fluktuasi debit yang tinggi antara musim kemarau dan pengujan merupakan salah satu faktor penyebab kejadian banjir di Jakarta dan tanah longsor di beberapa daerah hulus DAS Ciliwung.

Menurut dia, hal ini menandakan DAS Ciliwung semakin tidak sehat dengan perbedaan debit air musim kemara dan musim penghujan lebih dari 300 kali lipat.

 "Semua terjadi karena salah manusia, perilaku manusia yang tidak ramah lingkungan khususnya di Sungai Ciliwung dimana sampah dibuang ke sungai," kata Balthasar.

Semua hal tersebut menjadikan beban yang harus ditanggung DAS Ciliwung semakin berat, kalau tidak didukung perencanaan tata ruang yang baik dan sinergis antara hulu dengan hilir.
(D016)
Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024