Sleman (Antara Jogja) - Banyak pelaku usaha mikro kecil dan menengah di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menghadapi masalah mendasar sehingga membutuhkan perhatian bersama, kata calon Bupati Sleman Yuni Setia Rahayu.
"Berdasarkan kondisi riil, masih banyak pelaku ekonomi di sektor UMKM yang menghadapi sejumlah masalah mendasar dalam menjalankan usahanya," kata Yuni Satia Rahayu di Sleman, Kamis.
Menurut dia, masalah yang dihadapi UMKM Sleman antara lain sulit mendapat sertifikasi dari Badan POM. Akibatnya, mereka sulit mendapat tanda daftar merek.
"Dampaknya, mereka tidak bisa memasarkan secara terbuka dan massal," katanya.
Ia mengatakan kesulitan mendapatkan sertifikat dari POM itu penyebab utamanya karena bnagi produk makanan dan obat, umumnya UMKM tidak mampu menggaji apoteker sebagai syarat kesehatan dan olah bahan baku terstandar. Padahal itu merupakan syarat utama.
"Selain itu tempat usaha, proses produksi, pengelolaan limbah, pengemasan, dan lainnya juga masih belum bisa dipenuhi, sehingga mereka sulit mendapat serttifikat dari POM. Tempat usaha sering dinilai kurang memenuhi standar, yaitu tempatnya belum berupa ruang khusus," katanya.
Yuni mengatakan, selain itu UMKM juga dinilai kurang higienis. Soal proses produksi, untuk usaha kuliner, seringkali dinilai kurang memenuhi standar kesehatan karena pekerjanya tidak pakai sarung tangan, tidak pakai pakaian khusus, rambutnya kadang ikut masuk ke makanan, dan lain sebagainya.
"Soal kemasan, ini hal utama berkaitan dengan strategi pemasaran dan keamanan produk. Masalah yang paling sederhana, umumnya kemasan produk UMKM terlalu tipis sehingga kurang memenuhi syarat untuk bertahan lama dan higienis. Selain itu, kemasannya kurang menarik sehingga sulit dipasarkan di toko-toko. Bagi UMKM, membeli plastik yang di sablon sebagai identitas merk, itu merupakan hal yang tidak mudah dan tidak murah. Belum lagi, ada keperluan membuat kemasan itu harus menarik, serta harus mencantumkan tanda daftar produk," katanya.
Soal pengelolaan limbah, kata dia, ini jelas hal yang terlalu "jauh" bagi UMKM. Berpikir soal produksi dan pemasaran saja sudah "megap-megap" (kehabisan nafas), apalagi masih dituntut berpikir tentang limbah.
"Kalau ini juga harus diurus maka pilihannya adalah `berhenti` berproduksi. Itulah masalah-msalah yang riil dihadapi oleh UMKM. Tentu saja, ada sejumlah UMKM yang mampu berkembang dengan baik. Mereka ini bisa jadi model bagi pelaku UMKM yang lain agar bisa mengembangkan usaha, membuka lapangan pekerjaan baru dan menjadi motor penggerak perekonomian di Sleman," katanya.
Cabup Sleman nomor urut 1 yang berpasangan dengan cawabup Danang Wicaksana ini mengatakan, selama ini banyak program pemerintah tidak memperhatikan masalah itu. Pemerintah mikirnya terlalu simpel: hanya memberi pelatihan produksi dan memberi pinjaman modal, lalu selesai.
"Mereka bermimpi bahwa UMKM akan langsung berkembang. Hampir tidak ada program seperti itu yang mengawali perencanaan kegiatan dengan survei pasar. Maksudnya, pelatihan keterampilan itu dipilih untuk produk yang dibutuhkan pasar, bukan yang tersedia pelatihnya. Maka banyak kelompok usaha yang sukses berproduksi tetapi gagal total dalam pemasaran sehingga akhirnya bubar segera setelah program pendampingan berakhir," katanya.
Cabup yang diusung PDIP dan Gerindra serta didukung PKS ini menyatakan ada dua jalan guna pengembangan UMKM yakni dengan memperbanyak jenis pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) agar bisa benar-benar membantu UMKM mengatasi persoalan-persoalan teknisnya.
"Diperlukan reformasi agak mendasar dalam pengelolaan BLK, serta memperbaiki kinerja Dinas Perindagkop. Mereka harus benar-benar menjadi pendamping dalam produksi dan menjadi jembatan pemasaran. Tidak cukup Perindagkop hanya mengikut-sertakan UMKM dalam pameran. Juga tidak cukup hanya membuka gerai. Hal, yang strategi dibutuhkan adalah membangun jejaring pemasaran, termasuk dukungan promosi," katanya.
V001
