Ribuan warga berjubel saksikan kirab Saparan Bekakak

id bekakak

Ribuan warga berjubel saksikan kirab Saparan Bekakak

Saparan Bekakak Foto ANTARA/Andreas Fitri Atmoko/15. ()

Sleman (Antara Jogja) - Ribuan warga Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,  dan sekitarnya berjubel memadati sepanjang rute kirab budaya Saparan Bekakak 2016 yang digelar masyarakat Desa Ambarketawang, Gamping, Jumat sore.

Gerimis yang turun saat berlangsungnya kirab budaya itu, tidak menyurutkan animo masyarakat untuk menyaksikan agenda budaya yang rutin di gelar setiap tahun, sejak 1755 tersebut.

Saparan Bekakak merupakan upacara adat yang digelar masyarakat Ambarketawang, Kecamatan Gamping, setiap tahun pada Safar, dalam kalender Jawa.

"Pesta adat budaya ini digelar untuk mengenang jasa abdi dalem kesayangan Sultan Hamengku Buwono I semasa bertahta di Keraton Ambarketawang, yakni Ki Wirosuto," kata Dukuh Gamping Kidul, Ambarketawang, Bambang Cahyono.

Dia menjelaskan bekakak merupakan wujud boneka sepasang manusia (loro blonyo) yang terbuat dari nasi ketan berisi gula jawa sebagai perwujudan sosok Ki Wirosuto dan istrinya.

"Ki Wirosuto bersama istrinya diketahui meninggal saat mencari batu gamping di Gunung Gamping yang digunakan sebagai material pembangunan keraton baru atau Keraton Yogyakarta saat ini. Ada berbagai versi cerita seputar meninggalnya Ki Wirosuto berkembang di masyarakat," katanya.

Konon, pasangan tersebut hilang secara misterius lalu meninggal karena diganggu makhluk halus penunggu Gunung Gamping. Cerita lain menyebutkan Ki Wirosuto meninggal karena tertimpa reruntuhan batu gamping.

"Setelah kejadian tewasnya Ki Wirosuto itu, Hamengku Buwono I memberi titah kepada rakyat setempat agar menggelar Saparan Bekakak. Hal ini sebagai cara untuk mengenang jasa pasangan abdi dalem kesayangannya itu sekaligus upaya menhindarkan ancaman bahaya untuk warga," katanya.

Dalam prosesi tersebut, bekakak diarak menuju Gunung Gamping di Pedukuhan Gamping Kidul dengan pengawalan puluhan kelompok bregada (prajurit tradisonal).

Kirab diawali dengan bregodo ogoh-ogoh (raksasa) berwarna hitam kelam yang melambangkan sosok makhluk jahat pengganggu kehidupan manusia.

Dalam kirab tersebut juga melibatkan 37 bregada dan kelompok kesenian, tidak hanya dari wilayah Ambarketawang tapi juga masyarakat dari daerah lain.

Dia mengatakan agenda itu menjadi upaya masyarakat dalam menjaga kelestarian seni dan budaya. Apalagi, Saparan Bekakak sudah menjadi upacara yang turun menurun digelar sejak dahulu.

"Ada prosesi penyembelihan bekakak di Gunung Gamping sebagai lambang pengorbanan dan jasa Ki Wirosuto," katanya.

Kerabat Keraton Yogyakarta Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo yang hadir dalam acara tersebut mengapresiasi upaya masyarakat dalam melestarikan nilai kebudayaan tersebut.

"Saparan Bekakak menjadi atraksi wisata yang menarik dan menjadi perhatian masyarakat. Pemerintah daerah perlu `memetri` (merawat dan melestarikan, red.) budaya ini. Namun, tetap harus mempertahankan nilai adatnya," katanya. 
V001
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024