Tantra minta penyerangan Gereja Santa Lidwina diusut

id gereja lidwina

Tantra minta penyerangan Gereja Santa Lidwina diusut

Gereja Santa Lidwina Bedok, Jalan Jambon, Trihanggo, Gamping, Kabupaten Sleman. (Foto Antara/ Victorianus Sat Pranyoto)

Jakarta (Antaranews Jogja) - Ormas Tenaga Anti Radikalisasi Indonesia (Tantra) meminta pemerintah dan aparat keamanan untuk mengungkap secara tuntas hingga ke akarnya para aktor intelektual baik perorangan maupun kelompok yang meresahkan umat beragama dengan aksi-aksi kekerasannya.
Hal itu disampaikan Tantra, Senin, menyikapi peristiwa penyerangan jemaat Gereja Katolik Santa Lidwina Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
"Pengusutan harus dilakukan secara transparan melakukan proses hukum pidana atas tindak kekerasan dimaksud," kata Ketua Umum DPP Tantra Indonesia, Ahmad Yaman Muharam, melalui siaran persnya di Jakarta, Senin.
Pihaknya juga mengutuk tindakan kekerasan dan penganiayaan baik fisik maupun psikis yang dilakukan kepada ulama/rohaniawan, dan jemaah umat beragama apapun yang sedang menunaikan ibadah agamanya.
Terkhusus pada peristiwa penyerangan jemaat Gereja Katolik Santa Lidwina Kabupaten Sleman, Yogyakarta, kami turut berduka dan bersolidaritas, bersama para korban baik Pastur dan jemaat yang telah mengalami luka-luka dan kengerian pada peristiwa tersebut, katanya.
Pihaknya juga mengapresiasi kesigapan aparat dalam memproses kasus-kasus kekerasan yang menimpa ulama/rohaniawan yang dengan segera menemukan, melumpuhkan serta menangkap para pelaku kekerasan tersebut.
Karena itu, Tantra mendesak pemerintah dan aparat keamanan untuk secara serius mengkaji dan mencegah gangguan keamanan yang berpotensi muncul di kemudian hari, sehingga peristiwa serupa tidak terjadi kembali.
"Mendesak pemerintah dan aparat keamanan untuk semakin meningkatkan upaya-upaya merekatkan kembali hubungan sosial kemasyarakatan di beberapa wilayah yang terindikasi memiliki potensi peningkatan intoleransi yang bersifat keagamaan serta memberikan jaminan perlindungan hak-hak beribadah yang merupakan hak paling asasi bagi seluruh warga masyarakat," paparnya.
Ia meminta tetap menjaga persatuan dan kerukunan beragama di antara sesama warga negara dan tidak terprovokasi oleh kejadian ini, menahan diri demi tetap menjaga Indonesia dari tindakan intimidatif dan destruktif atas nama apapun serta mempererat jalinan silaturahmi dan komunikasi pada pelbagai tingkatan, komunitas antaragama serta memperbanyak kegiatan-kegiatan produktif dan positif secara bersama untuk merawat kebhinekaan dan ke-Indonesiaan.
Rilis menyebutkan beberapa pekan terakhir ini secara beruntun bangsa kita kembali mengalami tekanan dan ancaman nyata berbentuk kekerasan dan penganiayaan yang menerpa secara fisik kelompok ulama dan jemaah berbagai agama.
Dimulai dari tindakan aniaya terhadap KH Umar Basri (Ceng Emon) Pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka Cirebon ketika menunaikan ibadah salat Subuh pada 27 Januari 2018, terjadinya pelarangan dengan pengerahan massa kelompok tertentu atas acara Bakti Sosial Gereja Santo Paulus Bantul, Yogyakarta pada 28 Januari 2018 dengan alasan-alasan absurd.
Pelarangan kehadiran Biksu Mulyanto warga legok Kabupaten Tangerang yang dikhawatirkan melakukan Budhanisasi dan terakhir kekerasan aniaya jemaat dan pastor gereja Katolik Santa Lidwina Sleman Yogyakarta pada 11 Februari 2018.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024