Kementan mengembangkan "sensor portable" mendeteksi kesuburan tanah

id tanah

Kementan mengembangkan "sensor portable" mendeteksi kesuburan tanah

Ilustrasi (Foto antarafoto.com)

Jakarta (Antaranews Jogja) - Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian menggandeng University of Sydney, Australia mengembangkan "sensor portable" untuk mendeteksi jumlah unsur hara dan kesuburan tanah di Indonesia.

         Kepala Balitbang, Kementan, Dr A. M. Syakir di Jakarta, Rabu, mengatakan "sensor portable" dapat digunakan untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan bersama.

         "Sensor tersebut dapat mendeteksi jumlah hara di tanah sehingga rekomendasi pupuk dapat diberikan," ucapnya.

         Menurut Syakir, pemupukan merupakan faktor produksi penting dalam pembangunan pertanian.

         Di sisi lain perkembangan teknologi informasi yang cepat harus dimanfaatkan untuk membuat alat deteksi hara yang tepat sehingga dapat memberikan rekomendasi pemupukan. 
    Balitbang Kementan menyiapkan model rekomendasi pemupukan yang sesuai dengan tanah Indonesia, sementara Australia menyediakan sensor. "Dua keahlian dikombinasikan di sini," kata Syakir.

         Saat ini, model rekomendasi pemupukan itu difokuskan pada komoditas padi, jagung, dan kedelai.

         Menurut pakar sensor dari Sydney University, Dr Edward Jones, sensor tanah proximal memiliki akurasi sebanding dengan hasil analisis laboratorium.

         Alat dihubungkan dengan aplikasi rekomendasi pemupukan sehingga dapat memberikan rekomendasi pemupukan secara cepat, tepat, dan murah.

         Menurut dia, perangkat uji tanah cepat memang dibutuhkan saat ini dan menjadi tantangan Badan Litbang Pertanian untuk mewujudkannya.

         Sebab analisis tanah di laboratorium membutuhkan biaya mahal, waktu antre lama, dan menggunakan bahan kimia berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.

         "Uji tanah dengan sensor proximal merupakan terobosan teknologi yang dapat menghemat biaya dan waktu serta aman bagi pemakainya," tutur Kepala Balai Penelitian Tanah, Dr Husnain.

         Sensor tersebut menggunakan gelombang elektromagnetik Visible Near Infra-Red Spectroscopy (VisNIR) pada panjang gelombang
500-2500 nanometer.

         Gelombang tersebut berkorelasi baik dengan parameter sifat tanah seperti pH, KTK, C-organik, total N, P dan K serta tekstur tanah.

         "Teknologi ini dapat menganalisis tanah langsung di lapangan ataupun di laboratorium," kata Jones.

         Menurut Jones, secara prinsip sifat kimia tanah tidak mudah dideteksi sebagaimana sifat kimia air.

         Analisis sifat kimia air dapat dilakukan dengan pendekatan sifat elektrolit, sedangkan sifat kimia tanah memiliki banyak faktor yang mengganggu.

         Analisis tanah yang penting juga berupa kandungan hara tersedia yang merupakan representasi hara yang dapat diserap tanaman.

         Hingga saat ini belum ada alat yang mampu mendeteksi unsur hara dalam tanah sebagaimana hara yang diserap tanaman.

         "Sensor cerdas ini solusi cepat tepat dan murah," kata Jones.

         Alat itu juga mempercepat updating data peta tanah dan berbagai kebutuhan informasi terkait tanah dan lahan.

         Sensor tanah proximal itu ditargetkan segera rilis pada Juni tahun ini.

         Saat ini alat tersebut masih sedang dikalibrasi dengan menggunakan berbagai jenis tanah di Indonesia.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024