Wakapolres sebut kegiatan susur sungai SMPN 1 Turi minim persiapan

id susur sungai,sleman

Wakapolres sebut kegiatan susur sungai SMPN 1 Turi minim persiapan

Jumpa pers insiden kecelakaan susur sungai siswa/siswi SMPN 1 Turi, Sleman yang telah menewaskan 10 pelajar di Mapolres Sleman, Selasa (25-2-2020). ANTARA/Luqman Hakim

Sleman (ANTARA) - Wakapolres Sleman Kompol M. Akbar Bantilan mengatakan kegiatan susur sungai siswa/siswi SMPN 1 Turi, Sleman, DIY, yang telah menewaskan 10 pelajar pada Jumat (21/2) digelar secara mendadak dan minim persiapan.

"(Ide) kegiatan susur sungai baru termunculkan oleh tersangka IYA pada hari Kamis (20/2) malam H-1 lewat grup WhatsApp, jadi memang bisa dibilang sangat minim sekali persiapan," kata Akbar Bantilan saat jumpa pers di Mapolres Sleman, Selasa.

IYA (36) adalah pembina pramuka sekaligus guru olahraga yang memiliki gagasan kegiatan susur sungai itu.

Selain IYA, polisi juga telah menetapkan dua pembina pramuka lainnya, yakni R (58) dan DDS (58) sebagai tersangka terkait dengan insiden itu.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh tim penyidik, menurut Akbar, tidak ada sama sekali pembicaraan di antara para pembina pramuka mengenai aspek keselamatan para siswa menjelang kegiatan susur sungai itu.



Pengecekan mengenai kondisi debit air di sungai juga tidak dilakukan secara saksama, khususnya oleh IYA sebagai inisiator kegiatan.

Permohonan izin kepada kepala sekolah, kata Akbar, juga tidak ada mengingat kegiatan pramuka dianggap kegiatan rutin yang telah berlangsung setiap Jumat sejak kepemimpinan kepala sekolah yang lama.

"Pas pelaksanaan juga tidak ada alat pembantu pelampung. Mereka tidak perhitungkan dari masa perencanaan," katanya.

Padahal, kata dia, ketiga tersangka: IYA, R, dan DDS telah dibekali sertifikat kursus mahir dasar (KMD) pramuka. Mereka dinilai lebih menguasai manajemen risiko kegiatan pramuka dibandingkan empat pembina lainnya.

Saat kegiatan berlangsung, ketiganya justru tidak ikut mendampingi ratusan siswa turun ke sungai.

IYA pamit meninggalkan para siswa karena ada keperluan, DDS hanya menunggu di jembatan dan tidak turun ke sungai, sedangkan R yang merupakan ketua gugus depan hanya menunggu siswa di sekolah.



"Ide lokasi, ide meyakinkan semuanya ada pada ketiga orang ini, terutama IYA. Akan tetapi justru yang bersangkutan malah tidak ikut turun," katanya.

Baik IYA, R, maupun DDS dijerat dengan Pasal 359 KUHP karena kelalaiannya yang menyebabkan orang lain meninggal dunia dan Pasal 360 karena kelalaiannya yang menyebabkan orang luka-luka dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun.

Meski demikian, menurut Akbar, tidak menutup kemungkinan kembali muncul tersangka baru seiring dengan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang masih akan berlanjut.