Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof Unifah Rosyidi mengatakan pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen yang diselenggarakan di sejumlah daerah terlalu tergesa-gesa.
“Sejak awal PGRI keberatan dengan PTM 100 persen, sebab sebagaimana diketahui meskipun di Jakarta guru yang sudah divaksinasi hampir 100 persen, siswanya untuk jenjang menengah 78 persen, akan tetapi untuk siswa SD baru dimulai vaksinasi,” ujar Unifah saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Apalagi kebijakan PTM 100 persen itu diselenggarakan pada saat varian COVID-19 yakni Omicron mulai masuk ke Tanah Air. Oleh karena itu pihaknya keberatan adanya PTM 100 persen.
Menurut Unifah, dalam kondisi pandemi COVID-19 yang paling tepat adalah mempertahankan kebijakan PTM terbatas, yang mana jumlah siswa dan juga lamanya waktu pembelajaran dibatasi.
“Dipersiapkan pembelajaran daring dan luring dengan baik. Ini jauh lebih aman, dibandingkan anak dari pagi hingga siang berada di sekolah dan hanya istirahat 15 menit,” tambah dia.
Unifah menghimbau agar pelaksanaan PTM 100 persen terutama di DKI Jakarta dievaluasi. Sementara itu faktor pendukung pembelajaran seperti mutu pembelajaran hibrida ditingkatkan dan infrastruktur digital diperbaiki.
Sebagian siswa, lanjut dia, juga sudah mulai menikmati pembelajaran hibrida atau bauran, dan tidak hanya terfokus mendengarkan guru tetapi juga terlibat dalam diskusi.
Plt Kepala Biro Kerja sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbudristek, Anang Ristanto, mengatakan pelaksanaan PTM saat ini masih mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 yang disusun dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti para pakar epidemiologi, Satgas COVID-19, serta lintas kementerian dan lembaga.
“Kami juga selalu mengikuti perkembangan dinamika COVID-19 sesuai dengan Irmendagri,” kata Anang.