Putri Raja Keraton Yogyakarta mengajak perempuan Indonesia berani bersuara
Yogyakarta (ANTARA) - Putri sulung Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi mengajak seluruh perempuan di Indonesia berani menyuarakan gagasannya sehingga lebih maju dan mampu berperan dalam pembangunan.
"Masih banyak sekali yang introvert, tidak berani apa-apa, apa-apa diam. Sekarang sudah enggak bisa lagi karena sudah tuntutan zaman bahwa perempuan harus maju," kata GKR Mangkubumi dalam talkshow virtual "International Relations UII in Conversation menyambut Hari Perempuan Internasional" yang diikuti di Yogyakarta, Selasa.
Mangkubumi mengaku mulanya pernah memiliki rasa tidak percaya diri untuk tampil di depan menyampaikan gagasan, namun perlahan perasaan itu ia lawan.
Menurut dia, setiap perempuan harus memiliki keyakinan bahwa pada dasarnya semua orang memiliki kesempatan dan potensi yang sama baik laki-laki maupun perempuan.
"Semua punya rasa takut saya pun juga begitu, tetapi dengan ambisi yang ada ya akhirnya mau enggak mau kita harus mendorong diri kita sendiri untuk berani. Kalau di-bully ya cuek sajalah tidak usah didengerin," kata dia yang juga Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY ini.
Di lingkungan Keraton Yogyakarta, ia pun membuktikan bahwa sebagai perempuan mampu mengemban tanggung jawab besar sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Parwabudaya.
Kawedanan itu bertugas menjaga inti dari kebudayaan Keraton Yogyakarta meliputi merawat puluhan masjid milik keraton, petilasan, makam kagungan Dalem, hingga melestarikan dan mengedukasi masyarakat tentang tradisi seni klasik Jawa.
"Di Parwabudaya saya juga ngurusi masjid yang memang selama ini menjadi komunitas para pria tapi saya masuk di situ. Awal-awal saya masih susah diterima oleh komunitas pengurus masjid tapi saya pantang mundur," kata dia.
Berkat kegigihannya selama lima tahun mengemban tugas itu, menurut Mangkubumi kini manajemen seluruh masjid keraton lebih baik.
"Sekarang lumayan lah sudah berjalan dengan baik meski perjuangannya cukup banyak karena kita bicara masjid dan saya perempuan yang masuk di situ," kata dia.
Dalam momentum Hari Perempuan Internasional, Mangkubumi berharap perempuan di Indonesia mampu menunjukkan peran lebih banyak dalam pembangunan baik di daerah, tingkat nasional, bahkan dunia.
"Perempuan masih kurang bisa bersuara dan suara perempuan masih kurang didengar mudah-mudahan di hari perempuan internasional ini kita bisa membantu para perempuan yang masih belum beruntung," kata dia.
Meski mendorong perempuan mampu berperan lebih maju, menurut dia, sebagai masyarakat timur tetap harus sadar dengan tugas yang dimiliki sebagai perempuan atau ibu rumah tangga. "Kalau bahasa Jawanya maju tapi jangan kemajon (kelewatan)," ucap Mangkubumi.
"Masih banyak sekali yang introvert, tidak berani apa-apa, apa-apa diam. Sekarang sudah enggak bisa lagi karena sudah tuntutan zaman bahwa perempuan harus maju," kata GKR Mangkubumi dalam talkshow virtual "International Relations UII in Conversation menyambut Hari Perempuan Internasional" yang diikuti di Yogyakarta, Selasa.
Mangkubumi mengaku mulanya pernah memiliki rasa tidak percaya diri untuk tampil di depan menyampaikan gagasan, namun perlahan perasaan itu ia lawan.
Menurut dia, setiap perempuan harus memiliki keyakinan bahwa pada dasarnya semua orang memiliki kesempatan dan potensi yang sama baik laki-laki maupun perempuan.
"Semua punya rasa takut saya pun juga begitu, tetapi dengan ambisi yang ada ya akhirnya mau enggak mau kita harus mendorong diri kita sendiri untuk berani. Kalau di-bully ya cuek sajalah tidak usah didengerin," kata dia yang juga Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY ini.
Di lingkungan Keraton Yogyakarta, ia pun membuktikan bahwa sebagai perempuan mampu mengemban tanggung jawab besar sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Parwabudaya.
Kawedanan itu bertugas menjaga inti dari kebudayaan Keraton Yogyakarta meliputi merawat puluhan masjid milik keraton, petilasan, makam kagungan Dalem, hingga melestarikan dan mengedukasi masyarakat tentang tradisi seni klasik Jawa.
"Di Parwabudaya saya juga ngurusi masjid yang memang selama ini menjadi komunitas para pria tapi saya masuk di situ. Awal-awal saya masih susah diterima oleh komunitas pengurus masjid tapi saya pantang mundur," kata dia.
Berkat kegigihannya selama lima tahun mengemban tugas itu, menurut Mangkubumi kini manajemen seluruh masjid keraton lebih baik.
"Sekarang lumayan lah sudah berjalan dengan baik meski perjuangannya cukup banyak karena kita bicara masjid dan saya perempuan yang masuk di situ," kata dia.
Dalam momentum Hari Perempuan Internasional, Mangkubumi berharap perempuan di Indonesia mampu menunjukkan peran lebih banyak dalam pembangunan baik di daerah, tingkat nasional, bahkan dunia.
"Perempuan masih kurang bisa bersuara dan suara perempuan masih kurang didengar mudah-mudahan di hari perempuan internasional ini kita bisa membantu para perempuan yang masih belum beruntung," kata dia.
Meski mendorong perempuan mampu berperan lebih maju, menurut dia, sebagai masyarakat timur tetap harus sadar dengan tugas yang dimiliki sebagai perempuan atau ibu rumah tangga. "Kalau bahasa Jawanya maju tapi jangan kemajon (kelewatan)," ucap Mangkubumi.