Yogyakarta (Antara Jogja) - Putri pertama Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi berharap putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan gugatan Pasal 18 ayat (1) huruf m UU Keistimewaan DIY tidak dipandang secara sempit.
"Tidak semata-mata mengaitkan peluang saya menjadi gubernur DIY," kata Mangkubumi saat ditemui seusai acara "Gelar Seni Revitalisasi Visi Kebangsaan Amanat 5 September 1945" di Yogyakarta, Selasa (5/9) malam.
"Mengenai Pasal 18 ini tidak hanya untuk kepentingan saya, tetapi bagaimana ke depan karena Undang-Undang (UU) ini kan untuk ratusan tahun ke depan kita bicaranya," ujarnya.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut, menurut Mangkubumi, perlu disikapi dengan baik karena dalam konteks pencalonan gubernur di DIY perempuan dan laki-laki akan memiliki peluang yang sama seperti yang berlaku di provinsi lainnya.
"Jadi memang negara tidak bisa (membatasi) hanya laki-laki. Sama juga dengan (pencalonan gubernur) di provinsi lain, perempuan dan laki-laki berpeluang sama," kata dia.
Regulasi itu, menurut dia, sebaiknya tidak hanya diproyeksikan dalam konteks kepentingan saat ini saja, melainkan untuk pengaturan jabatan Gubernur DIY di masa-masa yang akan datang. "Sampai 200-500 tahun ke depan dilihatnya, jangan yang saat ini saja, tapi ke depan karena kita tidak tahu nanti akan seperti apa," kata dia.
Mangkubumi berharap putusan MK itu tidak perlu terburu-buru dihubungkan dengan polemik mengenai penerus takhta Keraton Yogyakarta karena ia memendang keduanya sebagai hal yang berbeda.
"Kalau untuk polemik itu kan urusan kita di internal Keraton. Di dalam keraton kita memiliki aturan sendiri, sedangkan untuk pencalonan gubernur kita juga memiliki aturan dengan mengikuti negara," kata dia.
Seperti diketahui MK telah mengabulkan uji materi pasal 18 ayat (1) huruf m UU nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan, melalui putusan yang dibacakan pada Kamis (13/8) siang.
Putusan itu menyatakan frasa yang memuat syarat pencantuman daftar riwayat hidup untuk calon Gubernur DIY yang meliputi riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri dan anak dalam pasal 18 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Penghapusan frasa "istri" dalam menyerahkan daftar riwayat hidup oleh calon Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang diatur dalam Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY tersebut sekaligus membuka peluang perempuan mencalonkan diri sebagai Gubernur DIY.
L007