Kominfo dan TNI AL tertibkan frekuensi radio maritim

id kominfo,frekuensi radio,penertiban spektrum frekuensi radio

Kominfo dan TNI AL tertibkan frekuensi radio maritim

Kegiatan "Apel Bersama Operasi Penertiban Spektrum Frekuensi Radio Serentak Secara Nasional Tahun 2022" yang dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan TNI Angkatan Laut di KRI Banda Aceh-593, Kolinlamil Tanjung Priok, Jakarta, pada 21 Juni 2022. (ANTARA/HO-Kominfo)

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berkolaborasi dengan TNI Angkatan Laut (AL) akan melaksanakan kegiatan operasi penertiban spektrum frekuensi radio serentak secara nasional mulai 27 Juni hingga 1 Juli 2022.

"Pelaksanaan operasi tersebut merupakan implementasi kerja sama untuk mengatasi permasalahan penggunaan spektrum frekuensi radio di Indonesia," kata Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Kominfo Ismail dalam siaran resmi pada Selasa.

Operasi penertiban berlangsung di 34 wilayah provinsi dengan pelaksana Unit Pelaksana Teknis Balai Monitor dan Loka Monitor Spektrum Frekuensi Radio.

Sebelumnya pada 31 Mei, Kementerian Kominfo bersama TNI-AL telah menyepakati perjanjian kerja sama mengenai Sinergisitas Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Pengawasan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Kegiatan Peperangan Elektronika.

Melalui perjanjian kerja sama itu, kedua pihak bersinergi dalam mengatasi permasalahan penggunaan spektrum frekuensi radio yang digunakan oleh masyarakat maritim.

“Operasi penertiban serentak ini diutamakan ke arah pembinaan, namun dalam hal pengguna frekuensi melakukan pelanggaran berulang dapat diproses sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Ismail di Kolinlamil Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Menurut dia, hampir setiap tahun negara Indonesia mendapatkan laporan pengaduan dari Internasional Telecommunication Union (ITU) mengenai gangguan spektrum frekuensi radio yang merugikan pada frekuensi dinas penerbangan.

“Gangguan spektrum frekuensi radio yang merugikan pada dinas penerbangan sangat membahayakan keselamatan jiwa manusia,” katanya.

Pada umumnya, kata dia, gangguan tersebut berasal dari radio komunikasi masyarakat maritim seperti nelayan tradisional dan sulit terjangkau untuk penindakan lapangan berupa penghentian penggunaan SFR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024