Warga Kota Yogyakarta miliki kesadaran tinggi rencanakan keluarga

id Keluarga berencana,KB,yogyakarta,perempuan enggan miliki anak

Warga Kota Yogyakarta miliki kesadaran tinggi rencanakan keluarga

Calon akseptor antre untuk menerima pelayanan KB (Keluarga Berencana) gratis yang diadakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kepulauan Riau di Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Kepri, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (11/11/2022). ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/nz

Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Yogyakarta memastikan tidak ada indikasi warga, khususnya kaum perempuan, di kota tersebut enggan memiliki anak tetapi kesadaran tinggi merencanakan keluarga

“Indikasi enggan memiliki anak tidak ada. Sebetulnya hanya menunda saja karena yang terjadi adalah kesadaran warga untuk merencanakan dalam memiliki anak sudah tinggi,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Yogyakarta Edy Muhammad di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, banyak perempuan dan pasangannya yang setelah menikah sudah merencanakan waktu untuk memiliki anak atau momongan.

Kondisi tersebut, lanjut Edy, dapat terlihat dari kondisi pertumbuhan penduduk di kota tersebut yaitu 0,98 persen dengan rata-rata dalam satu keluarga memiliki 1,2 anak. Pertumbuhan penduduk di Yogyakarta lebih rendah dibanding rata-rata nasional sekitar dua persen.

“Artinya, ada keluarga yang memiliki satu anak dan ada pula yang memiliki dua anak atau lebih meskipun tidak banyak,” katanya.

Di Kota Yogyakarta, perbandingan kelahiran bayi laki-laki dan perempuan adalah 51:49.

Sedangkan kepesertaan KB dari pasangan usia subur juga perlu terus ditingkatkan. Dari sekitar 89.000 keluarga di Yogyakarta, sebanyak 40 persen di antaranya pasangan usia subur atau sekitar 36.000 keluarga.

"Dan yang menjadi akseptor KB aktif sekitar 54 persen. Sisanya menggunakan perencanaan dengan pola mandiri, seperti KB tradisional atau menggunakan inisiatif dengan alat kontrasepsi lain," katanya.

Mengingat tingkat kepadatan Kota Yogyakarta yang cukup tinggi, maka upaya untuk mengatur atau merencanakan momongan dinilai sebagai langkah yang baik.

“Selain itu, bicara kependudukan tidak bisa lepas dari mobilitas. Banyak juga warga ber-KTP Yogyakarta yang tidak tinggal di Yogyakarta sehingga mereka membutuhkan mobilitas yang relatif tinggi. Jadi, tidak sepenuhnya karena masalah enggan memiliki anak tetapi ada pertimbangan lain,” katanya.

Dengan kondisi tersebut, Edy mengatakan, upaya yang saat ini dibangun adalah mendorong seluruh anak di Yogyakarta tumbuh sebagai generasi unggul dan produktif.

“Misalnya dilihat dari sebaran pendidikan. Sampai jenjang SMA atau sederajat, jumlah laki-laki dan perempuan masih seimbang. Tetapi saat masuk jenjang S1 atau S2, maka ada lebih banyak laki-laki yang mengaksesnya,” katanya.
Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024