Dinkes Sleman mengimbau masyarakat jaga kebersihan cegah leptospirosis

id Leptospirosis ,Sleman,Dinkes Sleman

Dinkes Sleman mengimbau masyarakat jaga kebersihan cegah leptospirosis

Ilustrasi tikus penyebab leptospirosis (antaranews.com)

Sleman (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta mengimbau masyarakat di wilayah itu untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan dan membudayakan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) guna mencegah sekaligus menekan angka kasus leptospirosis.

"Sampai pekan ke-22 (Mei 2024), di Kabupaten Sleman telah terjadi kasus leptospirosis sebanyak 20 kasus dengan suspek sebanyak 21 kasus. Kami harapkan masyarakat dapat menjaga kebersihan lingkungan dan melakukan PHBS untuk menekan angka kasus leptospirosis," kata Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Kabupaten Sleman Khamidah Yuliati di Sleman, Rabu.

Menurut dia, kasus leptospirosis di Sleman ditemukan di wilayah Kapanewon (Kecamatan) Moyudan, Seyegan, Cangkringan dan Kapanewon Prambanan, dimana masing-masing kapanewon terdapat tiga kasus leptospirosis.



"Sedangkan total kasus kematian sebanyak tiga kasus, dan terjadi di Kapanewon Gamping, Kapanewon Berbah dan Kapanewon Prambanan," katanya.

Ia mengatakan leptospirosis merupakan penyakit infeksi yang menyerang manusia dan hewan. Penyakit ini disebabkan bakteri leptospira yang terkandung dalam urin hewan, utamanya tikus.

Bakteri leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit (yang terdapat luka) atau selaput lendir, kemudian bakteri tersebut memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh.

"Pada jenis yang ringan, leptospirosis dapat muncul seperti influenza dengan sakit kepala dan myalgia atau nyeri otot," katanya.

Khamidah Yuliati mengatakan masa inkubasi dari leptospirosis sekitar tujuh sampai 13 hari dengan rerata 10 hari, dimana leptospirosis mempunyai dua fase penyakit khas, yaitu fase leptospiremia dan fase imun.

"Gejala awal fase leptospiremia secara umum berupa sakit kepala, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang. Fase ini berlangsung sekitar empat sampai tujuh hari," katanya.

Sedangkan fase imun ditandai dengan demam yang mencapai suhu 40 derajat Celcius disertai menggigil dan kelemahan umum. Pada fase ini juga dapat terjadi perdarahan, gejala kerusakan ginjal dan hati, serta uremia dan ikterik.

"Pengobatan yang diberikan kepada penderita leptospirosis bisa efektif apabila dilakukan dengan cepat. Meski begitu, tindakan pencegahan merupakan hal utama yang harus dilakukan untuk mengantisipasi penyakit tersebut," katanya.

Ia mengatakan pengendalian vektor pembawa leptospirosis dapat dilakukan masyarakat dengan membudayakan PHBS, di antaranya dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, membasmi tikus dan sarangnya, baik di rumah atau lingkungan sekitar, setelah beraktivitas selalu mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir.

Kemudian, membersihkan dengan desinfektan benda-benda yang terindikasi terkena kencing tikus, menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus secara tertutup, dan menggunakan alat pelindung diri saat berkontak dengan hewan atau lingkungan yang berisiko tinggi, seperti menggunakan sepatu boot, sarung tangan dan masker.



"Kami mengajak masyarakat membudayakan PHBS, mulai dari keluarga, terutama untuk mengendalikan tikus di rumah. Makanan atau sumber air yang tercemar urine tikus berisiko menjadi penularan leptospirosis, masyarakat yang mengalami gejala demam, sakit kepala, nyeri otot betis atau paha silakan segera periksa di puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat," katanya.

Informasi lebih lanjut terkait leptospirosis dapat diakses masyarakat melalui media resmi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman (https://dinkes.slemankab.go.id/ dan instagram @dinkessleman), maupun melalui puskesmas di Kabupaten Sleman.

"Apabila terdapat pertanyaan dan pelaporan informasi terkait leptospirosis dapat menghubungi Bidang P2PL Dinkes Kabupaten Sleman melalui nomor (0274) 868409," katanya.
 
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024