Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta memastikan populasi nyamuk ber-Wolbachia masih efektif membantu menekan penyebaran kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah ini.
Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta Endang Sri Rahayu yang dihubungi di Yogyakarta, Senin, mengatakan populasi nyamuk dengan bakteri Wolbachia di Kota Gudeg masih bertahan di angka 86 - 87 persen berdasarkan hasil survei akhir 2024.
"Insya Allah masih efektif. Terakhir populasi nyamuk yang ber-Wolbachia masih kisaran 86 - 87 persen," ujar dia.
Ia menjelaskan nyamuk Aedes aegypti yang mengandung bakteri Wolbachia berfungsi menekan kemampuan virus dengue berkembang biak dalam tubuh nyamuk. Dengan begitu, potensi penularan ke manusia dapat ditekan.
Namun demikian, Endang mengingatkan upaya utama pengendalian DBD di Kota Yogyakarta tetap digencarkan bersama masyarakat lewat gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
"Itu yang paling efektif dan efisien. Yang lain-lain seperti nyamuk ber-Wolbachia, larvasida, dan 'fogging' (pengasapan) itu sifatnya hanya mendukung," ujarnya.
Menurut Endang, dinkes melalui puskesmas terus mengedukasi masyarakat agar konsisten menjalankan PSN, terutama memasuki masa pancaroba yang dinilai masih menyisakan kelembaban tinggi dan berpotensi mendukung perkembangan nyamuk.
"Musim hujan memang puncaknya peningkatan populasi nyamuk, tapi masa pancaroba ini tetap harus diwaspadai karena pengaruh musim hujannya masih ada," imbuhnya.
Untuk mendukung deteksi dini DBD, Dinkes Kota Yogyakarta juga menyediakan alat tes spesifik (NS1) DBD secara gratis di seluruh puskesmas di kota ini.
"Itu semacam cek darah. Untuk yang bergejala panas, dicek dengan NS1 apakah panasnya karena terinfeksi DBD atau bukan," jelas Endang.
Dari data Dinkes, kasus DBD di Kota Yogyakarta tercatat sebanyak 127 kasus. Angka tersebut menurun dari bulan ke bulan, yakni 57 kasus pada Januari 2025, 48 kasus pada Februari, dan 22 kasus pada Maret.
"Hingga pertengahan April belum ada laporan kasus masuk," kata dia.
Secara rinci, Kelurahan Kricak mencatat jumlah kasus tertinggi dengan sembilan kasus, disusul Wirobrajan dan Gedongkiwo masing-masing tujuh kasus, serta Kelurahan Suryatmajan dan Tegalrejo masing-masing lima kasus.
Menurut dia, sebaran kasus terjadi hampir merata di seluruh wilayah, dengan sebagian besar kelurahan mencatat rata-rata tiga kasus.
Pemerintah Kota Yogyakarta mencatat jumlah kasus DBD terendah sepanjang sejarah pada 2023 yakni hanya 67 kasus setelah penerapan teknologi nyamuk ber-Wolbachia yang dimulai sejak 2016.
Efektivitas teknologi tersebut telah diteliti sejak 2011 oleh World Mosquito Program (WMP) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta.