Jakarta (Antara Jogja) - Di publik luas mungkin nama Dr Radjiman Wedyodiningrat tidak sepopuler rekan-rekannya di organisasi Boedi Utomo. Sebut saja Wahidin Soedirohusodo, Douwes Dekker, ataupun Ki Hadjar Dewantara.
Namun peran tokoh kelahiran Yogyakarta, 21 April 1879 itu di masa awal gerakan kemerdekaan tidak dapat dipandang sebelah mata.
Perjuangannya dalam mengawal perjalanan bangsa ini menjadi negara yang merdeka telah terekam dalam jejak berliku perjuangan kemerdekaan bangsa.
Sejumlah sumber menyebutkan jika Radjiman Wedyodiningrat adalah sosok yang terlibat secara aktif dalam organisasi perjuangan bangsa yang dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKl).
Puncak peranannya terjadi ketika ia menjadi ketua BPUPKl menjelang kemerdekaan Indonesia. BPUPKI adalah badan yang dibentuk oleh Jepang setelah negeri itu menderita kekalahan dalam Perang Dunia II.
Radjiman Wedyodiningrat yang berprofesi sebagai seorang dokter adalah ketua BPUPKI yang merumuskan persiapan-persiapan yang harus dilakukan untuk kemerdekaan Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, ia melanjutkan perjuangannya mengawal negara muda ini dengan menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kemudian anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Radjiman Wedyodiningrat juga disebutkan sebagai anggota DPR pada periode 1950-1952 sekalipun saat itu usianya telah lanjut.
Selain menjadi tokoh kemerdekaan, ia juga dikenal sebagai seorang dokter yang mengabdikan ilmunya di Ngawi, Jawa Timur, hingga akhir hayatnya pada 20 September 1952.
Sebagai putra seorang penjaga sebuah toko kecil di Yogyakarta, semangat belajar Rajiman Wedyodiningrat patut mendapatkan acungan jempol. Tumbuh di masa ketika pendidikan hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan, Rajiman yang tidak berdarah biru itu berhasil mengenyam pendidikan hingga ke negeri Belanda, Prancis, Inggris dan Amerika.
Ia bahkan berhasil memperoleh gelar dokternya di negeri Belanda pada usia 20 tahun. Sedangkan gelar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) diperoleh dari Kesultanan Yogyakarta karena jasanya bertugas di sebuah rumah sakit di Yogyakarta pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Selama beberapa tahun terakhir sejumlah pihak telah meminta Pemerintah untuk mengakui jasa-jasanya dengan menganugerahkan gelar pahlawan nasional.
Akhirnya penantian itu selesai sudah, pada Jumat (8/11), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Boediono serta Ibu Negara Ani Yudhoyono dan Herawati Boediono menyerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada ahli waris ketiga Pahlawan Nasional, yaitu Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Lambertus Nicodemus Palar, dan Letjen (Purn) Tahi Bonar Simatupang.
Gelar pahlawan nasional bagi Radjiman Wedyodiningrat diterima Dr dr Retno Widiowati, sementara Lambertus Nicodemus Palar gelar pahlawan nasional diterima Meisi Palar Martowardojo, sedangkan gelar pahlawan nasional Letjen (Purn) Tahi Bonar Simatupang diterima Marsinta Hatigorang Simatupang.
Pemberian gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 68 TK 2013 yang ditandatangani Presiden RI pada 6 November 2013.
Dr Radjiman Wedyodiningrat mendapat gelar Pahlawan Nasional dengan pertimbangan peran yang sangat besar saat perdebatan pada rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia tentang dasar negara serta menyampaikan visi Indonesia Merdeka, meski Jepang masih berkuasa pada 1944. Ia juga ketua Budi Utomo sejak 1915 hingga 1923.
(G003)