Jogja (Antara Jogja) - Pameran seni rupa karya empat seniman Aditya Novali, Eko Prawoto, Iswanto Hartono, dan Tintin Wulia bertajuk "The Wall, Structure, Construction, Border, Memory" di Ark Galerie Yogyakarta merupakan respons tentang dinding dan pembatas.
"Kita hidup dalam sebuah era di mana gagasan tentang dinding telah menjadi jinak, tanpa asosiasi yang dengan segera mengantar kita pada ketegangan politik karena dinding telah didefinisikan menjadi pemisah dan pembatas," kata pengelola Ark Galerie Arsita Iswardhani di Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, lebih dari dua dekade sejak jatuhnya tembok Berlin, penggunaan tembok sebagai pembatas dalam pengertiannya yang fisik, yang memisahkan "kita" dan "mereka", "di sini" dan "di sana", "ini" dan "itu" berkaitan dengan perbedaan kepercayaan, ideologi dan nilai-nilai, telah hampir ditinggalkan.
"Begitu pula menjadikan tembok fisik sebagai pelindung, sebagaimana yang dibangun sepanjang kejayaan masa lampau Tiongkok, saat ini tampak tidak relevan lagi dilakukan. Dunia telah menjadi sedemikian terbuka, sehingga kita harus terus bersiap meruntuhkan batas," katanya.
Ironisnya, kata dia, globalisasi dan perkembangan baru dalam teknologi juga memaksa orang untuk membangun pembatas dan dinding baru, yang tampaknya justru memisahkan mereka dengan dunia yang lebih dekat dengan mereka.
Ia mengatakan pagar-pagar rumah pribadi dibangun makin tinggi, kantor-kantor pemerintahan dan ruang publik dirancang dengan tembok pemisah, sehingga gagasan tentang publik telah tereduksi.
"Tembok-tembok baru itu dirancang oleh kekuatan ekonomi global dan lokal, yang secara selektif membangun kategori dalam kelompok-kelompok masyarakat, memberi jarak dan batas. Kita juga menyaksikan tumbuhnya tembok-tembok yang tak berwujud yang terbangun dalam ruang-ruang maya," katanya.
Menurut dia, pameran yang berlangsung hingga 4 Mei 2014 itu menghadirkan empat seniman yang berlatar belakang pendidikan arsitektur, untuk memberi respons tentang dinding dan pembatas.
Pada satu sisi, sebagai individu yang mempelajari konstruksi dan struktur, mereka menawarkan kemungkinan tafsir yang menarik untuk melihat tembok sebagai bagian dari konsep struktur.
"Mereka menghubungkannya dengan perkembangan yang luas dari kebebasan visi artistik dalam seni kontemporer, dan pada saat yang bersamaan, menempatkannya sebagai fenomena sosial politik yang signifikan," katanya.
(B015)
Pameran "The Wall" respons seniman tentang pembatas

Ark Galerie Yogyakarta (Foto ocula.com)