Ahli Inggris: semangat Bandung tetap hidup pada abad XXI

id KAA

Ahli Inggris: semangat Bandung tetap hidup pada abad XXI

ilustrasi (Foto Istimewa)

London (Antara/Xinhua-OANA Jogja) - Prinsip dasar Konferensi Bandung pada 1955 tetap hidup dan bersemangat pada Abad XXI, kata seorang ahli yang berkantor di London, Inggris.

Konferensi Bandung pada 1955, yang melahirkan negara non-blok dan baru muncul, menyepakati serangkaian prinsip inti dalam hubungan internasional. Konferensi itu diperingati pekan ini dengan konferensi baru yang diselenggarakan di Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

Harsh Pant, Profesor Hubungan Internasional di Departemen Studi Pertahanan di King's College di London, mengatakan kepada Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi, Semangat Bandung masih memiliki potensi dalam abad baru.

"Saya kira semangan Konferensi Bandung tetap sama seperti keadaannya pada 1955, yaitu mengenai Kerja Sama Selatan-Selatan --yang juga berkaitan dengan keterlibatan politik dan budaya yang lebih besar antara negara Asia dan Afrika."

"Itu adalah mengenai pembangunan hubungan antara kedua benua itu dan memungkinkan semua negara yang secara tradisional bukan bagian dari belahan pengaruh Barat untuk merintis pengaruh dalam politik dan ekonomi global dan itu tetap menjadi semangat yang akan diperjuangkan semua negara ini," katanya.

Pant mengatakan kelangsungan hidup Gerakan Non-Blok adalah salah satu contoh paling penting dari Semangat Bandung, yang hidup di dunia hari ini.

"Apa yang anda lihat adalah suatu upaya oleh negara berkembang dan dunia ketiga untuk merancang reaksi bagi masalah global yang juga mereka hadapi melalui penengahan Gerakan Non-Blok dan juga pihak luar," kata Pant.

Hari ini, negara Asia dan Afrika masih berusaha meraih solidaritas melalui prinsip yang ditetapkan 60 tahun lalu.

"Anda lihat, misalnya, dalam perdagangan global atau perundingan perubahan iklim, suara yang sangat kuat dari dunia ketiga, kerja sama Selatan-Selatan, yang telah muncul dari waktu ke waktu untuk membawa dunia Barat dan negara lain ke pemahaman mengenai apa dampak keputusan besar ini pada negara berkembang," kata Pant.

Konferensi Bandung 1955 berlangsung dengan latar belakang Perang Dingin dan negara Asia dan Afrika menolak belenggu kolonisasi negara Barat. Sebanyak 29 negara dari seluruh Asia dan Afrika ikut dalam konferensi itu.

Semangat Bandung, yang berusi Dasasila Bandung mengenai penanganan hubungan negara-dengan-negara dan Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai, menjadi perangkat norma yang diakui secara luas bagi hubungan internasional.

Semua prinsip itu merupakan seruan bagi kemerdekaan, martabat dan kesamaan dari bangsa yang tertindas, dan berfungsi sebagai prinsip panduan buat negara dengan sistem sosia yang sama atau berbeda untuk membangun dan menumbuhkan hubungan bersahabat.

C003