Kulon Progo (ANTARA) - DPRD Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menilai bahwa pelaksana rehabilitasi dan normalisasi Sungai Serang kurang cermat dalam menentukan titik-titik yang akan diperbaiki sehingga menyebabkan tanggul Sungai Serang di Dusun Bendungan Kidul, Desa Bendungan, Kecamatan Wates, jebol dengan panjang 30 meter dan tinggi lima meter.
Ketua DPRD Kulon Progo Akhid Nuryati di Kulon Progo, Selasa, mengatakan bahwa merujuk pada rekomendasi Laporan Keuangan Pertanggung Jawaban Bupati Tahun Anggaran 2018, catatan besarnya adalah pengawasan pada proyek rehabilitasi dan normalisasi Sungai Serang.
"Jebolnya tanggul Sungai Serang di selatan Jembatan Bendungan , salah satu penyebabnya adalah kurang cermatnya pemilihan titik yang diutamakan untuk direhabilitasi," kata Akhid.
Ia mengatakan berdasarkan hasil peninjauan di lapangan, ada pekerjaan normalisasi Sungai Serang berupa pembangunan bangket di Desa Bojong, Kecamatan Panjatan, ada sisa material bangunan di sungai yang tidak diselesaikan dan diambil. Itu menyebabkan arus sungai di hulu lebih tinggi sehingga menyebabkan tanggul di selatan Jembatan Bendungan jebol.
Jika tanggul selatan Jembatan Bendungan tidak jebol, dipastikan Desa Karangwuni yang kebanjiran karena ada proyek Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) yang belum diselesaikan.
"DPRD Kulon Progo merekomendasikan untuk dilakukan mitigasi bencana dalam proyek rehabilitasi dan normalisasi Sungai Serang mengingat Sungai Serang ini menyebabkan banjir tahunan di wilayah selatan, yakni Kecamatan Panjatan dan Wates," katanya.
Titik lokasi banjir akibat tanggul Sungai Serang jebol, yakni Berenan wilayah Desa Bendungan, Desa Bojong, Desa Tayuban, Desa Kanoman, Desa Garongan dan sebagian wilayah Desa Panjatan.
Menurut DPRD, perlu segera dilaksanakan pembuatan posko penanganan bencana, posko pengungsian dan dapur umum serta penanganan sementara dengan membuat tanggul dari karung yang diisi dengan pasir.
"Ke depan, untuk meminimalisir bencana alam serupa, DPRD merekomendasikan kepada Pemkab Kulon Progo agar melaksanakan normalisasi aliran Sungai Serang dari sedimentasi dan pembersihan tanaman kolonjono dan tanaman lain yang ditanam di pinggir sungai. DPRD juga menekankan perlunya koordinasi dengan BBWSSO tentang pembangunan bantaran Sungai Serang," pinta Akhid.
Terkait bencana tanah longsor di wilayah utara atau kawasan Bukit Menoreh, Akbid meminta Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) dan BPBD Kulon Progo segera memitigasi titik longsor yang belum ditangani. Berdasarkan laporan masyarakat, ada lima titik yang belum ditangani oleh BPBD atau DPUPKP baik rumah tertimpa material longsor dan jalan yang tertutup material longsor.
"Ada lima titik yang tidak terpetakan karena belum ada mitigasi bencana, dan belum ada evakuasi bencana tanah longsor. Kami memaklumi karena terkendala sumber daya manusia (SDM) dan kesiapan dari alat berat untuk melakukan evakuasi. Untuk itu, DPRD Kulon Progo mendorong dinas terkait membuat peta mitigasi bencana, khususnya tanah longsor. Hal ini disebabkan bencana tanah longsor terjadi setiap tahun," katanya.
Hujan deras yang mengguyur wilayah Kulon Progo, DIY, pada Sabtu (16/3) dan Minggu (17/3) menyebabkan empat kecamatan terendam banjir, yakni Pengasih, Wates, Panjatan dan Temon. Kecamatan Wates paling parah terkena dampak banjir karena ada tanggul Jembatan Sungai Serang di Dusun Bendungan Kidul, Desa Bendungan, Kecamatan Wates. Banjir juga menyaeabkan sedikitnya 546 warga mengungsi di Stadion Cangkring.
Selain itu, bencana tanah longsor juga menerjang empat kecamatan di Kabupaten Kulon Progo yang ada di kawasan Bukit Menoreh, yang meliputi Kecamatan Kokap, Girimulyo, Samigaluh, dan Kalibawang. Sedikitnya ada 15 titik longsor yang menerjang rumah, menutup akses jalan, hingga fasilitas umum. Saat ini, BPBD Kulon Progo masih melakukan pendataan lokasi longsor.***3***