Kulon Progo (ANTARA) - Pelaku industri kecil menengah Kelompok Tani Hutan Manunggal Karya di Dusun Bibis, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, memproduksi keripik kelapa dengan nama produk "coconut chip" dalam rangka meningkatkan nilai jual.
Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Manunggal Karya Ari Widiyanto di Kulon Progo, Rabu, mengatakan pembuatan kripik kelapa ini berawal dari keprihatinan harga kelapa waktu itu hanya Rp500/butir, kemudian jumlah produksi kelapa di wilayah ini melimpah.
"Lalu pembuatan terinspirasi di youtube untuk pengolahan keripik kelapa (coconut chips), akhir mampu menembus pasar lokal," kata Ari.
Ia mengatakan kegiatan KTH Manunggal Karya juga mendapat dukungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta, dengan fokus kegiatan adalah identifikasi potensi daerah melalui pemberdayaan masyarakat daerah penyangga Suaka Margasatwa Sermo. Akhirnya, diputuskan produk olahan kelapa.
"BKSDA Yogyakarta ikut mendampingi pengolahan keripik kelapa ini," katanya.
Ari Widiyanto menambahkan saat ini olahan keripik kelapa terdapat empat varian rasa, ada original, manis, jahe, dan gula jawa. Untuk pemasarannya sementara di pusat oleh-oleh, Tomira dan online. Produksi keripik kelapa membutuhkan kelapa sekitar 12 kg dengan rata-rata 50 bungkus setiap produksi.
Harga keripik kelapa ini dibandrol dengan harga Rp15.000/bungkus ukuran 90 gram dan ukuran 60 gram dengan harga Rp9.000/bungkus. Sedangkan untuk omset bersih perbulan mencapai Rp800 ribu sampai Rp1 juta.
Proses produksi pembuatan keripik ini adalah dari Kelapa dibersihkan kulitnya, kelapa dicuci, lalu di potong tipis dengan alat potong khusus, kemudian di rendam dengan perasa, lalu di kukus selama 10 menit dan di oven selama 10 jam.
Beberapa permasalahan muncul pada proses pengolahan, dengan pemilihan jenis kelapa muda, tidak tua atau tidak terlalu muda agar hasil lebih baik. Selain itu, ada konsumen mengeluh dengan rasa kripik yang biasa saja. Sehingga perlu kreasi inovasi rasa dengan pangsa pasar yang terus berkembang, bekerja sama berbagai pihak untuk mendukung produk lokal tersebut.
"Kendala yang dihadapi adalah pada musim kemarau kelapa sangat tipis, selain itu pemasaran masih kurang pada pengenalan produk ke masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Penyuluh Kehutanan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta Siti Rohimah mengatakan salah satu tugas pokok BKSDA Yogyakarta adalah Pemberdayaan Masyarakat Desa Penyangga Konservasi Suaka Margasatwa Sermo, fokus kegiatan ini adalah dengan identifikasi potensi daerah.
“Salah satu potensi tersebut adalah kelapa, kelapa akan diolah menjadi produk dengan nilai lebih. Sampai saat ini yang lebih terkenal adalah gula semut dan nira atau legen, salah satu inovasi dari BKSDA Yogyakarta tersebut adalah pembuatan keripik kelapa," katanya.
Berita Lainnya
537 perusahaan kelapa sawit beroperasi tanpa HGU, Nusron tegaskan bakal ada sanksi
Jumat, 1 November 2024 8:35 Wib
Organisasi Kesehatan PAFI berikan tips dan manfaat mengonsumsi air kelapa muda setiap hari
Minggu, 27 Oktober 2024 18:17 Wib
GAPKI-NPPAN memperluas pasar sawit ke Nigeria
Minggu, 25 Agustus 2024 6:17 Wib
Pemerintah inventarisasi sertifikat lahan 537 perusahaan sawit di tanah air
Kamis, 25 Juli 2024 0:42 Wib
Presiden Jokowi mendorong pemanfaatan teknologi untuk hilirisasi komoditas kelapa di Indonesia
Senin, 22 Juli 2024 12:32 Wib
Pacu EVA, pemerintah inisiasi kelembagaan kakao-kelapa
Rabu, 10 Juli 2024 21:21 Wib
Prabowo-Gibran diharapkan memperkuat komoditas sawit RI
Minggu, 7 Juli 2024 17:26 Wib
Kementan buka 3.000 beasiswa menciptakan SDM unggul kelapa sawit
Minggu, 14 April 2024 17:48 Wib