Hakim vonis hukuman mati tiga terdakwa 37 kilogram sabu-sabu Bengkalis

id Vonis mati, narkoba,bengkalis

Hakim vonis hukuman mati tiga terdakwa 37 kilogram sabu-sabu Bengkalis

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis, Riau menjatuhkan vonis mati kepada tiga dari lima terdakwa perkara temuan 37 kilogram narkoba jenis sabu-sabu di Bengkalis. Putusan dibacakan terpisah pada Kamis petang (29/8/2019). (ANTARA/Anggi Romadhoni)

Pekanbaru (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis, Provinsi Riau menjatuhkan vonis mati kepada tiga terdakwa perkara temuan 37 kilogram narkoba jenis sabu-sabu di perairan Bengkalis, sementara dua terdakwa lainnya divonis hukuman 17 tahun penjara.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis yang dipimpin hakim Zia Ul Jannah dalam amar putusannya di ruang sidang Cakra, Kamis petang, mengatakan ketiga terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti terlibat dalam perkara temuan 37 kilogram serbuk narkoba tersebut.

Ketiga terdakwa yang dihukum mati itu adalah Suci Rahmadianto, Iwan Irawan, dan Rozali. Suci menjadi terdakwa pertama yang mendengar putusan terberat dari pengadilan tingkat pertama itu.

"Menghukum terdakwa Suci Rahmadianto dengan pidana mati," kata hakim Zia Ul Jannah, didampingi hakim anggota Mohd Rizki Musmar dan Aulia Fathma seraya mengetuk palu putusan.

Hukuman yang sama selanjutnya dibacakan untuk terdakwa Iwan Irawan dan Rozali secara terpisah.

Hakim menyatakan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkoba. Selain itu, hakim juga menilai tidak ada hal yang meringankan perbuatan terdakwa dalam perkara tersebut. Vonis yang diterima ketiga terdakwa tersebut sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bengkalis.

Dua terdakwa lainnya yakni Surya Dharma dan Muhammad Aris divonis 17 tahun penjara. Selain itu, keduanya juga diwajibkan membayar denda Rp2 miliar subsider enam bulan kurungan.

Vonis yang diterima Surya dan Aris di atas lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bengkalis yang menuntut mereka 20 tahun penjara dan denda Rp20 miliar.

Menanggapi putusan itu, kuasa hukum terdakwa Achmad Taufan mengatakan mengambil langkah banding. Dia menilai putusan hakim tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan.

Dalam putusannya, ia mengatakan hakim juga dinilai hanya berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) yang sebelumnya telah dicabut oleh para terdakwa saat persidangan berjalan.

"Kami kecewa dengan putusan hakim. Kami pandang tidak berkeadilan karena tidak sesuai dengan fakta persidangan. Pertimbangan hakim juga tidak berimbang," ujar Achmad.

"Dalam putusan ini kami hanya melihat keyakinan hakim tanpa ada minimum dua alat bukti sah. Namun demikian keyakinan tersebut dibangun dengan konstruksi hukum yang tidak meyakinkan. Kita akan banding dan ambil langkah hukum lainnya. Sedang kita rapatkan bersama tim," lanjutnya.

Perkara yang menjerat kelima terdakwa berawal dari temuan 37 kilogram dan 75.000 ekstasi serta 10.000 pil happy five di sebuah kapal kosong di perairan Kembung, Pulau Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau, akhir Desember 2018 lalu.

Polisi yang menangkap kapal itu karena kehabisan bahan bakar itu, sempat melakukan pemeriksaan dan penggeledahan. Namun, dari penggeledahan yang disaksikan pemilik dan awak kapal tersebut tidak ditemukan barang bukti narkoba berupa 37 bungkus besar sabu-sabu.

Dengan tidak ditemukannya narkoba tersebut, anggota polisi perairan Polres Bengkalis itu pun memberikan izin kepada pemilik kapal, Rozali dan rekannya membeli bensin. Namun ketika mereka pulang dari membeli bensin dan akan kembali ke kapal, begitu banyak orang yang berkumpul dan ramai membicarakan adanya penemuan narkotika sebesar 37 kilogram.

"Bahwa barang bukti narkotika dalam perkara disita dari Sorpia dan Suheiri, bukan dari para terdakwa. Keduanya tidak diperiksa. Banyak sekali cerita yang terputus dalam bangunan logika hukum yang dibangun dalam pertimbangan hukum hakim," kata Achmad pula.

Baca juga: 3,7 ton narkoba senilai 161 juta dolar AS disita Malaysia

Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024