BPKAD: LPMK di Yogyakarta tidak lagi terima dana stimulan

id LPMK,hibah,stimulan,belanja langsung

BPKAD: LPMK di Yogyakarta tidak lagi terima dana stimulan

Ilustrasi hasil penataan fisik di wilayah bantaran Sungai Gajah Wong Yogyakarta (ANTARA/Eka AR)

Yogyakarta (ANTARA) - Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan atau LPMK di Kota Yogyakarta mulai tahun ini tidak lagi menerima dana stimulan karena seluruh dana tersebut kini dimasukkan dalam pos belanja langsung di kecamatan.

“Sebelumnya, dana stimulan ini masuk dalam kategori belanja tidak langsung tetapi tahun ini dimasukkan dalam pos belanja langsung dengan kelurahan sebagai kuasa pengguna anggaran. Jadi sebenarnya tidak ada perubahan,” kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Yogyakarta Wasesa di Yogyakarta, Rabu.

Oleh karena itu, lanjut Wasesa, masyarakat tidak perlu khawatir akan ada kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan karena tidak ada dana stimulan yang diberikan ke LPMK.

Perubahan pos belanja tersebut juga dilakukan karena dana stimulan untuk LPMK tersebut sifatnya adalah dana hibah. ”Padahal ada aturan bahwa dana hibah tidak boleh diberikan secara terus menerus,” katanya.

Ia pun berharap, perubahan pos belanja menjadi belanja langsung tersebut akan memudahkan pemerintah dalam pengelolaan keuangan karena seluruhnya dikelola kelurahan sebagai kuasa pengguna anggaran.

Sebelumnya, LPMK di Kota Yogyakarta menerima dana stimulan dengan nilai yang cukup besar yaitu dari puluhan juta rupiah hingga seratusan juta rupiah. Dana tersebut diberikan sesuai dengan proposal yang diajukan oleh LPMK untuk kegiatan fisik dan nonfisik.

“Selama ini, LPMK juga mampu memberikan laporan penggunaan anggaran dengan baik,” katanya yang menyebut peran LPMK akan tetap menjadi mitra pembangunan di kelurahan.

Perubahan pos anggaran tersebut, lanjut dia, juga dilakukan untuk pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2018 tentang Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Kelurahan dan Pemberdayaan Masyarakat di kelurahan.

Berdasarkan aturan tersebut, pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk pembangunan sarana dan prasarana kelurahan dan pemberdayaan masyarakat kelurahan.

Alokasi anggaran paling sedikit lima persen dari APBD setelah dikurangi dana alokasi khusus dan ditambah dengan dana alokasi umum (DAU) tambahan yang diterima.

“Sudah bisa mencapai sekitar lima persen untuk tahun ini. Rata-rata, kelurahan mengelola dana sekitar Rp1,5 miliar,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi LPMK Kota Yogyakarta Singgih Maryanto mengatakan, perubahan pos belanja tersebut menjadikan peran LPMK sebagai mitra kelurahan tidak bisa dilaksanakan secara maksimal.

“Kami sekarang adalah ‘outsider’ dan hanya jadi pengendali saja. Padahal, fungsi LPMK seharusnya menjadi perencana, pelaksana, dan pengendali pembangunan seperti yang selama ini kami lakukan,” katanya.

Sampai saat ini, Singgih mengatakan belum menyampaikan rencana kegiatan yang perlu dilakukan oleh kelurahan. “Sudah diminta oleh kelurahan untuk menyampaikan rencana program. Tetapi belum kami serahkan,” katanya yang juga menjadi LPMK Mantrijeron.

Salah satu program yang perlu dilakukan di antaranya adalah peningkatakan kapasitas RT dan RW karena saat ini peran mereka semakin kompleks, serta peningkatan kapasitas Karang Taruna dan farum umat beragama di wilayah.

Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024