Jakarta (ANTARA) - Wabah pes di Hindia Belanda, nama Indonesia saat masa kolonial Belanda, pada awal abad XX salah satu pendorong munculnya nasionalisme di kalangan pribumi, kata sejarawan publik dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Universitas Indonesia Kresno Brahmantyo.
"Ada peran dokter Jawa, salah satunya Tjipto Mangunkusumo yang memang sudah turun ke lapangan sejak terjadi wabah pes," kata dia dalam bincang-bincang Satuan Tugas Penanganan COVID-19 yang disiarkan akun Youtube BNPB Indonesia dari Graha BNPB, Jakarta, Sabtu.
Selain pes, wabah lain yang juga terjadi adalah flu spanyol yang melanda beberapa negara. Saat wabah-wabah itu terjadi, dokter-dokter dan tenaga kesehatan Belanda tidak mau bersentuhan, bahkan cenderung tidak peduli, dengan warga pribumi.
Sikap dokter dan tenaga kesehatan Belanda itu membuat kesal para dokter Jawa, yang juga ikut memengaruhi sikap para calon dokter pribumi yang sedang bersekolah di Sekolah Pendidikan Dokter Hindia (STOVIA).
Melalui mahasiswa-mahasiswa STOVIA itulah kemudian berdiri perkumpulan nasionalis Budi Utomo pada 20 Mei 1908, yang tanggal pendiriannya kemudian ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
"Sikap dokter dan tenaga kesehatan Belanda yang tidak mau bersentuhan dengan warga pribumi itu kemudian memunculkan mantri-mantri pribumi," tutur Kresno.
Ketika flu spanyol juga melanda Hindia Belanda, para mantri pribumi bersama mahasiswa-mahasiswa STOVIA aktif menyosialisasikan protokol kesehatan kepada masyarakat. Protokol kesehatan saat itu hampir sama dengan pandemi COVID-19 saat ini, yaitu tetap tinggal di rumah dan beristirahat.
Menurut Kresno, pemerintah kolonial Hindia Belanda juga melibatkan para dalang untuk menyosialisasikan protokol kesehatan kepada masyarakat melalui pergelaran wayang.