Dinkes: RS di Sleman siap mengaplikasikan terapi plasma konvalesen

id Donor plasma konvalesen ,Dinkes Sleman ,Pasien COVID-19 ,Kabupaten Sleman ,Sleman

Dinkes: RS di Sleman siap mengaplikasikan terapi plasma konvalesen

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Joko Hastaryo. ANTARA/Victorianus Sat Pranyoto

Sleman, Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan bahwa rumah sakit (RS) yang ada di daerah iti siap untuk mengaplikasikan terapi plasma konvalesen dalam upaya penyembuhan pasien COVID-19.

"Hanya saja yang cukup sulit adalah untuk mendapatkan pendonor plasma konvalesen, karena ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, tidak setiap pasien sembuh COVID-19 bisa jadi pendonor," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Joko Hastaryo di Sleman, Kamis.

Menurut dia, terapi plasma konvalesen bagi pasien COVID-19 pada prinsipnya sama dengan transfusi darah pada umumnya, sehingga rumah sakit bisa melakukan.

"Utamanya adalah bahan transfusinya itu dari orang yang pernah terpapar COVID-19 dan sudah negatif," katanya.

Ia mengatakan, terapi plasma konvalesen bagi pasien COVID-19 ini untuk meningkatkan antibodi guna menolak virus, sehingga "viral load" atau jumlah partikel virus yang ada di dalam tubuh bisa ditekan.

"Plasma didonorkan kepada pasien yang memiliki golongan darah sama," katanya.

Joko mengatakan, dari penelitian, "cycle threshold value" atau CT value pasien yang memperoleh plasma konvalesen bisa dipercepat dua kali lipat, tanpa terapi angka batas kekuatan virus rata-rata hanya naik satu persen per hari.

"Bila hanya menggunakan terapi konservatif seperti pemberian antivirus, antibiotik dan vitamin, dalam sehari CT value-nya hanya naik satu persen. Sehingga butuh waktu sekitar 15-20 hari untuk mencapai nilai negatif, namun dengan plasma konvalesen, bisa dipercepat sampai dua kali," katanya.

Ia mengatakan, secara teori, CT value kesembuhan pasien COVID-19 jika dihitung menggunakan alat adalah di atas angka 40. Sedangkan pasien dengan gejala, value rata-rata 20-25 dan tanpa gejala berkisar 30-35.

"Namun bagi pasien kategori critical tidak disarankan melakukan terapi plasma. Karena transfusi plasma dikhawatirkan akan memperberat risiko penyakit yang diderita. Penyakit yang diidap pasien critical biasanya multiorgan. Kalau diberikan terapi plasma akan berisiko," katanya.
 
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024