Paduan suara Indonesia diperhitungkan di mancanegara
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, prestasi yang diraih Batavia Madrigal Singers (BMS) di European Grand Prix (EGP) for Choral Singing menunjukkan paduan suara Indonesia diperhitungkan di tingkat dunia.
“Maknanya buat kita sudah diperhitungkan di dunia, khususnya di bidang musik dan paduan suara,” kata Sandiaga kepada pers saat menghadiri acara syukuran BMS di Balai Resital Kertanegara, Jakarta, Sabtu.
Sebelumnya, pada 18 Juni BMS menjuarai EGP 2022 di Grand Theatre kota Tours, Perancis. Selain BMS, Paduan Suara Mahasiswa Universitas Padjadjaran (PSM Unpad) turut menjadi finalis ajang tersebut.
EGP merupakan kompetisi paduan suara tertua di dunia yang mempertandingkan para pemenang juara umum dari enam kompetisi bergengsi di Eropa.
Sandiaga mengapresiasi BMS. Menurutnya, penampilan yang dibawakan kelompok paduan suara yang dikonduktori Avip Priatna itu patut dibanggakan.
BMS membawakan enam karya di kompetisi EGP, antara lain Paroles Contre L’oubli karya Thierry Machuel, Deus in Auditorium Meum Intende karya Juan Gutiérrez de Padilla, Love’s Tempest karya Edward Elgar, Stabat Mater karya József Karai, Der Frühlingswind karya Toyotaka Tsuchida, dan Hentakan Jiwa karya Ken Steven.
“Itu sebuah hal yang bukan hanya patut disyukuri, tapi kita apresiasi dan amplifikasi karena Indonesia sekarang ada di tatanan teratas musik, khususnya paduan suara kelas dunia,” tambahnya.
Penampilan BMS tak hanya mencakup subsektor musik dalam ekonomi kreatif, melainkan menonjolkan subsektor fesyen, kriya, dan seni pertunjukan.
“BMS menampilkan beberapa keunggulan budaya kita seperti busana atau fesyennya sangat baik, kain lurik tapi dicampur dengan batik kelihatannya tadi, dan tampilan kriya yaitu jewelry yang dikenakan oleh para penyanyi perempuan, serta seni pertunjukan,” kata Sandi.
“Maknanya buat kita sudah diperhitungkan di dunia, khususnya di bidang musik dan paduan suara,” kata Sandiaga kepada pers saat menghadiri acara syukuran BMS di Balai Resital Kertanegara, Jakarta, Sabtu.
Sebelumnya, pada 18 Juni BMS menjuarai EGP 2022 di Grand Theatre kota Tours, Perancis. Selain BMS, Paduan Suara Mahasiswa Universitas Padjadjaran (PSM Unpad) turut menjadi finalis ajang tersebut.
EGP merupakan kompetisi paduan suara tertua di dunia yang mempertandingkan para pemenang juara umum dari enam kompetisi bergengsi di Eropa.
Sandiaga mengapresiasi BMS. Menurutnya, penampilan yang dibawakan kelompok paduan suara yang dikonduktori Avip Priatna itu patut dibanggakan.
BMS membawakan enam karya di kompetisi EGP, antara lain Paroles Contre L’oubli karya Thierry Machuel, Deus in Auditorium Meum Intende karya Juan Gutiérrez de Padilla, Love’s Tempest karya Edward Elgar, Stabat Mater karya József Karai, Der Frühlingswind karya Toyotaka Tsuchida, dan Hentakan Jiwa karya Ken Steven.
“Itu sebuah hal yang bukan hanya patut disyukuri, tapi kita apresiasi dan amplifikasi karena Indonesia sekarang ada di tatanan teratas musik, khususnya paduan suara kelas dunia,” tambahnya.
Penampilan BMS tak hanya mencakup subsektor musik dalam ekonomi kreatif, melainkan menonjolkan subsektor fesyen, kriya, dan seni pertunjukan.
“BMS menampilkan beberapa keunggulan budaya kita seperti busana atau fesyennya sangat baik, kain lurik tapi dicampur dengan batik kelihatannya tadi, dan tampilan kriya yaitu jewelry yang dikenakan oleh para penyanyi perempuan, serta seni pertunjukan,” kata Sandi.