Yogyakarta (ANTARA) - Usaha mikro kecil dan menengah telah lama dikenal memiliki kemampuan beradaptasi yang baik untuk menghadapi berbagai dinamika, termasuk di masa pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung hampir tiga tahun.
Meskipun langkah mereka sempat tertatih-tatih, namun dengan kelihaian untuk beradaptasi, para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) perlahan-lahan mampu bangkit dengan berbagai upaya, secara mandiri atau dengan uluran tangan pemerintah.
Salah satu bentuk bantuan dari pemerintah untuk mendorong pelaku UMKM bisa terus berkembang di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian saat ini adalah melalui e-katalog lokal, termasuk etalase yang dikelola Pemerintah Kota Yogyakarta.
Penyediaan fasilitas e-katalog lokal diharapkan dapat membuka peluang bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah untuk tetap menggulirkan kegiatan ekonomi mereka.
Pelaku UMKM bisa mendaftar sebagai penyedia barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pemerintah daerah dalam menjalankan berbagai program dan kegiatan sepanjang tahun.
Tentunya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha untuk bisa menjadi penyedia barang dan jasa, khususnya pada aspek legal formal, yaitu kepemilikan nomor induk berusaha (NIB) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP), di samping kualitas dan harga produk yang bersaing.
"Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk memberikan dukungan dan keberpihakan kepada pelaku UMKM, salah satunya dengan menyediakan kesempatan menjadi penyedia jasa melalui e-katalog lokal," kata Asisten Sekretaris Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Kota Yogyakarta Kadri Renggono.
Melalui wadah e-katalog lokal tersebut, pelaku UMKM setidaknya dapat menikmati potongan "kue" dari APBD Kota Yogyakarta, sehingga anggaran dari pemerintah daerah dapat dinikmati oleh warga mereka sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan.
Pelaku UMKM dari sektor manapun dapat memanfaatkan peluang yang diberikan karena kebutuhan dari setiap organisasi perangkat daerah pun berbeda-beda, mulai dari alat tulis kantor, fesyen, makanan dan minuman, termasuk jasa pemeliharaan gedung, kebersihan, hingga keamanan.
Kadri memastikan keberpihakan pemerintah daerah terhadap pelaku UMKM yang sudah mendaftarkan produk mereka melalui e-katalog lokal karena ada target penyerapan anggaran yang harus dicapai untuk penggunaan produk lokal.
Ini kesempatan yang luar biasa bagi pelaku UMKM. Tentu saja pelaku UMKM harus memahami teknologi, administrasi, dan regulasi lainnya. Tetapi ini juga kesempatan bagi mereka untuk terus berkembang.
Oleh karenanya, diperlukan pendampingan dan penguatan secara terus menerus kepada pelaku UMKM, melalui Dinas Perindustrian Koperasi dan UKM Kota Yogyakarta, dengan harapan pelaku usaha memenuhi regulasi, pengembangan kualitas produk, dan memiliki kemampuan pendukung lain di bidang teknologi informasi.
Selain pendampingan juga dilakukan penguatan fungsi kurasi produk barang dan jasa yang disediakan pelaku UMKM melalui e-katalog lokal untuk memastikan produk yang disediakan berkualitas baik dan memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan pemerintah daerah.
Salah satu kendala yang dinilai masih kerap dihadapi pelaku UMKM adalah ketidakmampuan memenuhi pesanan skala besar, sehingga kontinuitas produk pun harus menjadi perhatian pelaku usaha.
Berdasarkan data Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Pemerintah Kota Yogyakarta, terdapat total 22 etalase dalam e-katalog lokal, terdiri dari 19 etalase ditayangkan oleh LKPP dan sisanya ditayangkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta.
Etalase yang ditayangkan di LKPP, di antaranya alat tulis kantor, suvenir, jasa keamanan, pakaian dinas dan kain tradisional, bahan pokok, seragam, makanan dan minuman, hingga bahan bangunan. Sedangkan etalase yang ditayangkan oleh BPBJ Kota Yogyakarta, meliputi perlengkapan elektronik, furnitur, dan jasa outsourcing.
Total penyedia barang dan jasa yang sudah menampilkan produk di seluruh etalase 210 usaha dan masih ada beberapa etalase yang belum memiliki penyedia jasa, seperti seragam sekolah, hewan ternak hingga alat dan benih pertanian.
Jumlah pelaku UMKM yang memanfaatkan e-katalog lokal memang belum terlalu banyak. Pemkot Yogyakarta sudah menginformasikan ke dinas terkait untuk menyampaikan ke UMKM binaan agar mendaftar ke e-katalog lokal, kata Kepala BPBJ Kota Yogyakarta Joko Budi Prasetyo.
Pendaftaran bisa dilakukan secara mandiri dengan menyertakan berbagai syarat yang dibutuhkan dan verifikasi data dan penyedia jasa, baru bisa memasukkan produk ke e-katalog lokal.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Yogyakarta sudah memiliki program Gandeng-Gendong yang diikuti kelompok usaha kuliner di masyarakat untuk memenuhi kebutuhan jamuan makan dan minum pada berbagai kegiatan yang diselenggarakan pemerintah daerah.
Kelompok kuliner yang di dalamnya menyertakan warga tidak mampu juga dapat mendaftarkan produk di etalase e-katalog lokal, asalkan memenuhi syarat dan lolos verifikasi data.
Sebelumnya, pembentukan kelompok kuliner tersebut ditujukan untuk menyerap anggaran jamuan makan dan minum Pemerintah Kota Yogyakarta agar mampu menggerakkan ekonomi masyarakat di tingkat terbawah.
Sementara itu, sepanjang 2022, penyerapan anggaran untuk e-katalog lokal masih didominasi kebutuhan peralatan elektronik dengan 48 kali transaksi, dengan nilai mencapai Rp2,5 miliar, diikuti transaksi kebutuhan aspal Rp654 juta, jasa kebersihan Rp541 juta, bahan material Rp359 juta, furnitur Rp227 juta, belanja media Rp148 juta, pakaian dinas dan kain tradisional Rp74,6 juta, dan alat tulis kantor Rp30 juta.
Sejumlah etalase yang disiapkan tercatat belum terjadi transaksi, seperti makanan dan minuman, bahan pokok, dan suvenir.
Tampaknya emang masih perlu terus disosialisasikan kepada pelaku UMKM bahwa mereka memiliki kesempatan untuk mendaftarkan produk melalui e-katalog lokal dan bisa saja terpilih menjadi penyedia barang dan jasa.
Belanja produk dalam negeri
Salah satu kesempatan yang masih terbuka lebar yang bisa dimanfaatkan pelaku UMKM untuk meningkatkan pembelian produk dalam negeri melalui e-katalog lokal adalah pada etalase makanan dan minuman, serta kerajinan, termasuk suvenir, terlebih sebagian besar pelaku UKM di Kota Yogyakarta juga bergerak di bidang tersebut.
Berdasarkan data hingga September, realisasi belanja melalui APBD Kota Yogyakarta untuk pembelian produk dalam negeri mencapai Rp125 miliar atau lebih tinggi dari komitmen awal yang ditetapkan Rp78 miliar dari potensi belanja barang dan jasa serta modal sekitar Rp900 miliar.
"Realisasinya memang belum mencapai 40 persen dari total nilai belanja, seperti yang diharapkan pemerintah pusat. Tetapi, kami tetap berproses untuk memanfaatkan berbagai produk dalam negeri dalam berbagai kegiatan, fisik dan nonfisik," kata Sekretaris Tim Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) Kota Yogyakarta Tri Karyadi Riyanto.
Salah satu kendala yang dihadapi adalah kesulitan organisasi perangkat daerah dalam menentukan apakah sebuah produk barang dan jasa masuk kategori sebagai produk dalam negeri.
Sesuai ketentuan, produk dalam negeri bisa digunakan apabila memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) setidaknya 25 persen. Tetapi, belum tentu semua produk memiliki sertifikasi TKDN, misalnya produk UMKM. Padahal diyakini jika bahan baku yang digunakan adalah bahan lokal.
Oleh karenanya, setiap organisasi perangkat daerah diminta proaktif memasukkan rekanan agar terdata dalam e-katalog lokal agar memudahkan pembelian produk dalam negeri.
Meskipun realisasi belanja produk dalam negeri belum mencapai 40 persen, namun Tri optimistis, Pemerintah Kota Yogyakarta bisa meningkatkan nilai belanja produk dalam negeri pada tahun anggaran berikutnya.
Syaratnya, perencanaan harus dimulai sejak awal dengan pengawasan pada saat pelaksanaannya. Pemkot akan memantau bagaimana penyerapan anggaran untuk pembelian produk lokal secara periodik sehingga target bisa dicapai karena tujuannya tetap untuk menyejahterakan pelaku UMKM.