Peneliti berbagai negara bahas strategi pengurangan risiko kesehatan bagi perokok

id peneliti,rokok

Peneliti berbagai negara bahas strategi pengurangan risiko kesehatan bagi perokok

Managing Director IDF Foundation Harris Siagian (ANTARA/HO-IDF)

Yogyakarta (ANTARA) - Sejumlah peneliti dari berbagai negara membahas strategi pengurangan risiko kesehatan bagi perokok aktif dalam "Indonesian Development Foundation (IDF) International Symposium on Tobacco Harm Reduction Featuring Tobacco Economic Research Workshop", di Yogyakarta, Senin.

"Seiring dengan meningkatnya jumlah perokok aktif dan biaya kesehatan akibat penggunaan rokok, beberapa studi terkait strategi pengurangan risiko kesehatan (harm reduction strategy) bagi perokok aktif bermunculan," kata Managing Director IDF Foundation Harris Siagian di sela simposium.

Beberapa rekomendasi yang dihasilkan studi-studi tersebut adalah penggunaan produk-produk rendah risiko seperti rokok elektronik, heated tobacco products (HTP), Nicotine Patch, dan sebagainya.

"Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa penggunaan produk-produk tersebut dengan rendahnya kadar zat berbahaya yang terkandung di dalamnya, seperti TAR, dan dengan sistem kuota pembelian dapat menurunkan biaya kesehatan bagi pengguna rokok aktif," katanya.

Meskipun Indonesia telah menjalankan program mengendalikan penggunaan tembakau, termasuk penetapan pajak rokok, menerapkan regulasi tentang Zona Bebas Asap Rokok, pengaturan kemasan dan label tembakau, serta pembatasan iklan dan penjualan tembakau, data Kementerian Kesehatan menunjukkan prevalensi perokok di negara ini tidak mengalami penurunan yang signifikan terutama di segmen perokok dewasa aktif.

"Melalui simposium ini beberapa peneliti dari beberapa negara akan memaparkan studi-studi mereka terkait strategi pengurangan risiko kesehatan bagi perokok aktif yang mencakup studi perilaku konsumen, perpajakan, regulasi pemerintah serta dampak kesehatan akibat rokok," katanya.

Prof Donald Kenkel dari Cornell University USA mengemukakan telah melakukan banyak penelitian dan mencari cara untuk mendorong perokok agar beralih ke produk pengurangan dampak buruk yang jauh lebih baik bagi mereka daripada tembakau.

"Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, aturan atau regulasi tentang produk baru seperti rokok elektronik diperlukan untuk memastikan bahwa produk tersebut aman," katanya.

Menurut dia, hal itu menawarkan potensi yang besar sehingga apa yang harus dilakukan oleh kebijakan publik adalah mempertimbangkan semua trade-off antara mengenakan pajak pada produk baru seperti rokok elektronik.

Ia mencontohkan Inggris yang sudah menerapkan sistem tersebut dengan menjalankan uji klinis yang menunjukkan bahwa rokok elektronik adalah salah satu cara paling efektif untuk membantu perokok aktif berhenti.

"Bahkan, layanan kesehatan nasional Inggris sudah merekomendasikan rokok elektronik sebagai cara untuk berhenti merokok. Mereka bahkan mengadakan penjualan rokok elektronik di rumah sakit," katanya.

Ia menilai ada potensi untuk peralihan rokok itu di Indonesia, mengingat perokok aktif di negeri ini juga masih relatif tinggi terutama di kalangan laki-laki. Namun, peralihan itu akan menjadi tantangan bagi kebijakan publik terutama untuk membantu para perokok tanpa kemudian merugikan petani tembakau.

"Hal itu menjadi tugas dari pemangku kebijakan untuk membantu semua pihak melakukan transisi, baik dari sisi petani tembakau maupun perokok aktif," katanya.

Royal Malaysian Customs Department Dato' Sri Subromaniam Tholasy yang sekaligus Former Director General of Customs menambahkan bahwa simposium yang diadakan oleh IDF itu akan memaparkan kajian-kajian dari sejumlah pakar dari berbagai negara.

"Simposium itu penting sebagai ajang diskusi para pakar dari berbagai negara mengenai kajian-kajian yang ada untuk diimplementasikan ke kebijakan," katanya.