“Sebenarnya Indonesia itu the largest nickel producer di dunia dan the lowest in term of pricing (terendah dalam penetapan harga). Kan lucu kalau misalnya nikel kita sudah the largest tapi baterainya mahal,” kata Rico dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Rico menilai sangat wajar apabila harga baterai kendaraan listrik di Indonesia masih mahal, karena baterai yang menjadi pemasok energi EV masih didapatkan melalui mekanisme impor, seperti dari China.
Menurut dia jika industri nikel di tanah air mengusung prinsip keberlanjutan, maka hal ini juga turut mendukung keinginan pemerintah untuk menambah tingkat komponen lokal dalam kendaraan listrik.
“Dengan masuknya investasi dari luar maupun kolaborasi dengan penanaman modal dalam negeri terkait penanaman modal di pabrik baterai, saya rasa akan menjadi salah satu faktor yang mendorong industri EV itu sendiri,” ujarnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: SESNA: Pengembangan industri nikel berkelanjutan dukung ekosistem EV