Kulon Progo (ANTARA) - Kelompok Konservasi Penyu Abadi Trisik di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta mengharapkan pemerintah setempat merelokasi tempat konservasi penyu, karena terkena dampak abrasi dalam beberapa tahun terakhir.
Koordinator Kelompok Konservasi Penyu Abadi Trisik Edi Yulianto di Kulon Progo Jumat mengatakan, abrasi mengancam lokasi konservasi penyu yang berada di objek wisata Pantai Trisik.
Bangunan tempat penetasan telur penyu, pemeliharaan dan akuarium penampungan tukik (anak penyu) sebelum dilepas, sejauh kurang 30 meter dari pantai yang kena abrasi.
"Kami mengharapkan kegiatan konservasi ini bisa pindah menjauh dari ancaman abrasi. Abrasi telah terjadi empat tahun belakangan sejak 2020, di mana abrasi terbesar terjadi pada 2023," kata Edi Yulianto.
Ia menjelaskan, kelompoknya pernah menyampaikan relokasi sejak 2021 dan bisa pindah ke samping pendopo yang berada lebih jauh lagi dari pantai.
Bibir pantai di objek wisata Pantai Trisik terkikis oleh ombak kuat pantai selatan dalam beberapa tahun belakangan. Bibir pantai berubah jadi jurang atau palung sedalam empat meter yang memanjang puluhan meter.
Beberapa pohon cemara sampai tumbang, ada juga bangunan fasilitas umum rusak dan hancur oleh terjangan ombak, dan dua warung semi permanen rusak. Jurang memanjang itu juga dekat dengan bangunan menetaskan penyu.
"Relokasi tempat konservasi penyu sangat mendesak," katanya.
Dia mengatakan, kegiatan konservasi telah berlangsung sejak lama. Kegiatan ini berlangsung seiring Pantai Trisik terus menjadi tempat penyu membangun sarang.
Khawatir dengan perburuan telur penyu, warga berupaya menyelamatkan dengan membuat kegiatan konservasi. Telur dipindahkan ke tempat penetasan. Setelah menetas, tukik dilepas ke laut. Penyu membangun sarang di kawasan pantai ini biasanya hingga Agustus.
Jumlah sarang berbeda dari ke tahun. Pada 2022 ada 20 sarang, 30 sarang di 2021, dan 60 sarang di 2020. Selanjutnya, pada 2023, pegiat mendapat delapan sarang, setiap sarang bisa berisi 300 telor.
Edi menceritakan, penetasan dan pelepasliaran tukik mencapai 1.500-3.000 ekor dalam satu tahun. Kegiatan kelompok ini cukup aktif.
"Sekali lagi, Kami mengharapkan pusat konservasi bisa pindah ke tempat yang lebih aman dari ancaman abrasi," katanya.
Menurut dia, jika sampai terkena abrasi maka akan kesulitan untuk mendapat tempat sementara. Sejauh ini, kelompok Konservasi Penyu Abadi Trisik masih berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan untuk rencana relokasi.
Selain dengan dinas kelautan, mereka berupaya memperoleh izin dari pihak keraton Yogyakarta.
Abrasi sendiri terjadi dari waktu ke waktu, terutama musim panas menjelang masuk musim hujan.
Petugas SAR dari Satlinmas Rescue Istimewa (SRI) Wilayah V Kulon Progo, menceritakan bahwa bibir pantai pernah berada lebih 50 meter ke arah laut di 2001.
"Namun abrasi terus mengikis pantai hingga saat ini," katanya.
Penyuluh Lingkungan Hidup pada Bidang Tata Lingkungan DLH Kulon Progo Anhar Isnawan mengharapkan pengunjung objek wisata Pantai Trisik mesti hati-hati bila mengunjungi pantai ini.
Terkait dengan semakin meluasnya wilayah Pantai Trisik yang mengalami abrasi, dari DLH Kabupaten Kulon Progo juga telah melaksanakan program penanaman di wilayah sempadan pantai secara intensif dengan jenis pohon anggur laut yang merupakan jenis tanaman konservasi yang mempunyai fungsi utama menahan laju angin laut dan membantu menahan laju abrasi di belakang tanaman pandan.
Selain itu, pohon anggur laut mempunyai fungsi akarnya sebagai tempat bertelur penyu dan melindungi telur penyu dari ancaman predator, yang mana di Pantai Trisik sendiri terdapat lokasi konservasi penyu dan sudah bertahan cukup lama sebagai bagian dari konservasi lingkungan di wilayah Pantai Trisik.
"Dengan adanya kegiatan konservasi di wilayah pantai ini diharapkan kondisi Pantai Trisik khususnya dan seluruh pantai di Kulon Progo pada umumnya dapat terus terjaga," katanya.