Bawaslu Kulon Progo: Coklit pilkada membangkitkan kesadaran masyarakat

id Coklit,Pilkada 2024,Kulon Progo

Bawaslu Kulon Progo: Coklit pilkada membangkitkan kesadaran masyarakat

Petugas pemutakhiran data pemilih melaksanakan coklit di rumah Ketua Bawaslu Kulon Progo Marwanto pada Senin (24/6). ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi

Kulon Progo (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengatakan pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih Pilkada 2024 yang dimulai Senin untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya proses coklit itu

Ketua Bawaslu Kabupaten Kulon Progo Marwanto di Kulon Progo, Senin, mengatakan pencocokan dan penelitian dapat digunakan sebagai momentum untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya proses coklit itu.

"Kami berharap petugas melaksanakan dengan baik, dan coklit jangan hanya gebyar di awal," kata Marwanto usai menerima petugas pendaftaran pemilih (pantarlih) di rumahnya, Senin sore.

Ia mengatakan pantartlih melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) di rumahnya tersebut dengan didampingi panitia pemungutan suara (PPS), pengawas desa dan pengawas kecamatan.

Namun Marwanto juga mengingatkan agar kegiatan coklit, yang merupakan bagian penting dari tahapan pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih (mutarlih) tidak terjebak sebagai seremoni yang hanya menekankan gebyarnya di awal.

“Coklit adalah kegiatan serius yang memerlukan ketelitian ketekunan kecermatan dan konsistensi. Jangan sampai pantarlih turun ke rumah-rumah hanya di dua atau tiga hari pertama, selebihnya pantarlih mencoklit dari belakang meja, dan itu dilakukan di minggu terakhir dari satu bulan waktu yang dialokasikan tahapan pilkada," pesan Marwanto.

Marwanto menambahkan sejumlah potensi kerawanan itu di antaranya: pantarlih hanya mencoklit di belakang meja atau lewat aplikasi tapi tidak mendatangi pemilih, pantarlih melimpahkan tugasnya ke orang lain, coklit dilakukan di luar jadwal, mencoret pemilih yang memenuhi syarat, tidak mencoret pemilih yang tidak memenuhi syarat, tidak menempel stiker dan tidak menindaklanjuti masukan masyarakat atau saran perbaikan pengawas.

“Kerawanan coklit juga bisa terjadi karena pemilih sulit atau tidak bisa ditemui secara langsung. Juga pemilih yang memiliki permasalahan administrasi kependudukan misalnya pemilih usia 17 tahun tapi belum rekam e-KTP atau pemilih yang datanya tidak sesuai antara di form model A-data pemilih dengan identitas kependudukan misal KTP, KK, atau IDK," kata Marwanto.