Bantul (ANTARA) - Kepolisian Resor Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar simulasi sistem pengamanan kota (sispamkota) dalam rangka menghadapi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul 2024.
"Melalui simulasi ini, kami berharap personel yang akan melaksanakan pengamanan pilkada mampu mendukung kesiapan pengamanan yang lebih baik lagi dari semua fungsi atau satuan," kata Kapolres Bantul AKBP Michael R. Risakotta pada simulasi tersebut di Lapangan Paseban Bantul, Rabu.
Simulasi diikuti 662 personel gabungan dari Polres Bantul, Satbrimob Polda DIY, Unit Polisi Satwa Ditsamapta Polda DIY, Kodim 0729/Bantul, satuan polisi pamong praja (satpol PP), dan pemangku kepentingan terkait di lingkungan Pemkab Bantul.
Kapolres mengharapkan simulasi sispamkota mampu menumbuhkan komitmen bersama dengan pemangku kepentingan dan instansi terkait dalam menciptakan Pilkada 2024 yang damai dan kondusif di Bantul.
Simulasi ini, kata AKBP Michael, merupakan wujud kesiapan personel pengamanan dalam mengantisipasi berbagai potensi ancaman dan situasi darurat yang mungkin terjadi selama rangkaian Pilkada 2024.
"Dari simulasi sispamkota ini, saya berharap seluruh personel dapat memahami tugas dan peran serta tanggung jawab masing-masing dalam pelaksanaan pengamanan nantinya," kata Kapolres.
Menurut dia, ada berbagai potensi yang memicu kerawanan dalam pilkada seperti bertemunya antarmassa kampanye berbeda parpol, perilaku menyimpang oknum tertentu, ketidakpuasan hasil perhitungan suara, serta provokasi oleh pihak-pihak untuk memperkeruh situasi.
Berbagai potensi kerawanan tersebut, lanjut dia, tentunya hanya mampu ditanggulangi secara baik melalui kesiapan personel, koordinasi atau sinergitas semua lini, dan tentunya dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
"Kendati kami berharap tidak terjadi kerusuhan, simulasi ini sebagai pembuktian bahwa Polri siap mengamankan Pilkada 2024," katanya.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Bantul AKP I Nengah Jeffry Prana Widnyana mengatakan bahwa simulasi sispamkota melalui beberapa skenario, mulai dari tahap kampanye, masa tenang, distribusi logistik, pungut suara, dan tahap penetapan hasil.
"Simulasi diawali dengan peragaan pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS). Sekelompok orang pemilih merasa tidak puas dan membuat keributan. Polisi sigap mengamankan dan menyarankan pengaduan ke KPU," katanya.
Akan tetapi, ketidakpuasan sekelompok orang tersebut digunakan kelompok provokator untuk memicu kerusuhan sehingga unjuk rasa berakhir anarkis. Selanjutnya polisi mengerahkan sejumlah pasukan dan peralatan untuk mengurai massa.