Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi mengatakan bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak membutuhkan sistem hukum, kelembagaan, serta layanan perlindungan yang terintegrasi dan responsif terhadap kebutuhan korban.
"Banyak perempuan dan anak korban kekerasan yang menghadapi tekanan psikologis berlapis saat memasuki proses peradilan. Oleh karena itu, kerja sama lintas lembaga ini menjadi langkah penting dalam menghadirkan keadilan yang berpihak pada korban," ujar Menteri PPPA Arifah Fauzi di Jakarta, Senin.
Hal itu dikatakannya saat menghadiri penandatanganan nota kesepahaman antara Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dan jajaran Pemda Jawa Timur.
Menteri PPPA pun menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Arifah Fauzi juga menekankan pentingnya menciptakan ekosistem perlindungan yang tidak hanya berbasis hukum, tetapi juga berbasis layanan yang inklusif, edukatif, dan berbasis komunitas.
"Salah satu fokus utama dari kerja sama ini adalah memastikan tersedianya tenaga paralegal yang profesional, terlatih, dan memiliki perspektif gender serta hak anak," kata Arifatul Choiri Fauzi.
Mereka nantinya akan menjadi pendamping korban dalam proses peradilan sehingga akses terhadap keadilan menjadi lebih cepat, ramah, dan tidak memberatkan khususnya bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
Senada, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan kerja sama tersebut sebagai langkah strategis memperkuat sinergi multisektor dalam menciptakan sistem perlindungan yang holistik bagi kelompok rentan.
"Kolaborasi adalah kunci. Kita ingin membangun sistem perlindungan yang tidak sektoral, tetapi menyeluruh, melibatkan semua unsur, dari pemerintah, pengadilan, akademisi, komunitas, hingga media," ujar Gubernur Khofifah Indar Parawansa.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Perlindungan perempuan - anak butuh sistem hukum dan layanan responsif
