Mengawal transformasi ekonomi
Sementara itu, Menteri Keuangan baru datang dengan latar belakang yang berbeda, meski tetap memiliki basis akademik dan pengalaman teknokratis yang kuat. Ia dipandang sebagai ekonom yang lebih berorientasi pada transformasi pembangunan, industrialisasi, dan hilirisasi sumber daya alam.
Jika Sri Mulyani identik dengan peran “penjaga stabilitas fiskal”, maka Purbaya Yudhi Sadewa dihadapkan pada tantangan untuk menjadi “arsitek transformasi fiskal” yang mampu mendukung agenda besar Presiden Prabowo. Fokus kebijakannya diproyeksikan pada penguatan belanja produktif, insentif untuk sektor strategis seperti pangan, energi, pertahanan, serta penciptaan lapangan kerja dalam skala masif.
Dalam APBN 2025, misalnya, belanja negara dipatok sekitar Rp3.750 triliun dengan porsi belanja prioritas yang lebih besar untuk kedaulatan pangan, subsidi energi, serta alokasi anggaran pertahanan. Sementara penerimaan pajak ditargetkan tumbuh di atas 12 persen dengan tax ratio 10,03 persen PDB, menuntut strategi optimalisasi penerimaan dan kepatuhan wajib pajak yang lebih agresif.
Jika ditelaah lebih dalam, gaya kepemimpinan dan fokus kebijakan Sri Mulyani dengan Menteri Keuangan yang baru sebenarnya menggambarkan dua wajah berbeda dari pengelolaan fiskal Indonesia.
Sri Mulyani dikenal sebagai figur teknokrat yang menempatkan disiplin fiskal sebagai fondasi utama. Kehati-hatiannya dalam menjaga defisit, mengendalikan rasio utang, serta menjaga investment grade Indonesia menjadi ciri khas kepemimpinannya.
Baca juga: Purbaya janji tak rombak kebijakan fiskal Sri Mulyani
Ia lebih mengedepankan kredibilitas dan stabilitas, bahkan ketika harus menghadapi tekanan politik atau tuntutan untuk memperbesar belanja negara. Dalam hal ini, Sri Mulyani berperan sebagai “penjaga gawang” yang memastikan APBN tidak terjebak pada jebakan defisit berkepanjangan.
Sementara itu Purbaya Yudhi Sadewa hadir dengan pendekatan yang lebih progresif dan transformatif. Ia tidak hanya dituntut untuk menjaga stabilitas, tetapi juga harus menjadikan APBN sebagai lokomotif pembangunan.
Belanja negara diarahkan untuk lebih produktif, terutama pada sektor-sektor yang menjadi prioritas Asta Cita Presiden Prabowo: pangan, energi, pertahanan, dan industrialisasi berbasis sumber daya alam.
Jika Sri Mulyani menekankan pada keberlanjutan fiskal dalam jangka panjang, maka Menteri baru dituntut untuk menunjukkan hasil nyata dalam bentuk penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya beli masyarakat, dan percepatan industrialisasi.
Dengan kata lain, Sri Mulyani mewariskan APBN yang sehat dan kredibel, dan Purbaya Yudhi Sadewa diharapkan mampu menggunakannya sebagai instrumen percepatan pembangunan nasional. Estafet fiskal ini ibarat pergantian dari pelari yang menjaga ritme stabil menuju pelari yang bertugas melakukan sprint agar target garis akhir Asta Cita dapat dicapai tepat waktu.
