Yogyakarta (ANTARA) - Tim kuasa hukum terdakwa kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Argo Ericko Achfandi, mempersoalkan legalitas salah satu saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Sleman, Selasa (7/10).
Diana, salah satu tim kuasa hukum terdakwa Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan menilai saksi ahli pidana dari pihak jaksa Fatahillah Akbar, belum memenuhi syarat administratif untuk memberikan keterangan sebagai ahli dari perguruan tinggi.
“Yang bersangkutan baru memperoleh gelar doktor tahun 2024, jadi belum memenuhi syarat administrasi sebagai saksi ahli. Kami mempertanyakan legalitas kesaksiannya,” kata Diana di ruang sidang.
Ia merujuk pada ketentuan dalam Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 17 Tahun 2013 juncto Permendikbud 2015, yang mensyaratkan ahli akademik minimal berpangkat Lektor Kepala (IV/A) atau praktisi dengan masa kerja 25 tahun.
Menanggapi keberatan tersebut, Hakim Ketua Irma Wahyuningsih menyatakan bahwa persoalan itu dapat disampaikan pada tahap pembelaan.
“Silakan nanti diajukan dalam pleidoi,” ujarnya.
Pengadilan Negeri Sleman kembali menggelar sidang lanjutan kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Argo Ericko Achfandi, Selasa (7/10). Sidang dengan terdakwa Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan itu menghadirkan tiga saksi ahli yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Selain Fatahillah, dua saksi ahli lain yang dihadirkan jaksa yakni Rizki Budi Utomo dari Dinas Perhubungan DIY dan Widya Rafitri Rasmiyati, dokter mata yang memeriksa kondisi penglihatan terdakwa.
Rizki menjelaskan bahwa Jalan Palagan Tentara Pelajar termasuk kategori jalan kolektor sekunder dengan batas kecepatan 70–80 kilometer per jam. Di lapangan, jelasnya, hanya terdapat dua rambu batas kecepatan.
“Idealnya memang dipasang di banyak titik di sepanjang jalan tersebut,” katanya.
Kondisi tersebut, menurut tim kuasa hukum, mencerminkan lemahnya pengawasan dari instansi terkait. Diana menyebut kawasan itu rawan kecelakaan karena minim rambu dan banyak parkir liar.
“Sejak peristiwa yang menewaskan Argo, sudah terjadi sedikitnya 13 kecelakaan di titik yang sama,” ujarnya.
Sementara itu, dokter Widya Rafitri Rasmiyati menyebutkan hasil pemeriksaan terhadap mata Christiano menunjukkan minus silindris 2,5 di mata kiri dan minus 0,5 di mata kanan yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata.
Menurut Diana hasil pemeriksaan tersebut belum mencerminkan kondisi terdakwa saat kecelakaan terjadi.
“Pemeriksaan dilakukan 11 Juni, sedangkan kecelakaan terjadi 24 Mei. Kondisinya bisa saja berbeda, apalagi saksi ahli menyebut silinder bisa muncul akibat benturan,” ujarnya menambahkan.
Kuasa hukum lainnya, Achiel Suyanto, juga menyoroti belum adanya hasil visum resmi dan otopsi untuk memastikan penyebab kematian korban.
“Berdasarkan keterangan di lapangan, korban masih bernapas saat pertama kali dihampiri terdakwa, namun ditemukan meninggal tak lama kemudian dengan posisi tubuh berbeda,” katanya.
Achiel menegaskan peristiwa tersebut merupakan musibah, bukan kelalaian berat.
“Tidak ada niat jahat dari terdakwa. Ini murni kecelakaan akibat kondisi jalan dan lalu lintas yang tidak aman,” ujarnya.
Sidang akan dilanjutkan Rabu (8/10/2025) dengan agenda yang sama.
