Jogja (ANTARA Jogja) - Sebanyak 11 tokoh nasional memperoleh anugerah Pemimpin Pancasila dari IndonesiaSatu Foundation, karena dinilai mampu mendorong dan mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi negara.
Penganugerahan yang merupakan bagian dari peringatan Hari Lahir Pancasila itu digelar di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Jumat malam.
Ke-11 tokoh yang mendapatkan anugerah itu adalah Jimly Ashiddiqie, Syarief Hassan, Yusril Ihza Mahendra, Fadel Muhammad, Chappy Hakim, Siswono Yudohusodo, Effendy Choirie, Ratna Sarumpaet, Hadar Gumay, Bambang Harymurti, dan Fadjroel Rachman.
Dalam penganugerahan itu empat tokoh tidak hadir, yakni Jimly Ashiddiqie, Syarief Hassan, Yusril Ihza Mahendra, dan Bambang Harymurti.
Chairman IndonesiaSatu Foundation, Freddy Ndolu mengatakan, pihaknya sejak 2007 telah menggagas gerakan moral mencari pemimpin sejati, yakni pemimpin Pancasila. Sosok pemimpin Pancasila bersumber dari sejumlah tokoh nasional yang layak memimpin bangsa.
"Yogyakarta tahun ini menjadi tuan rumah. Penghargaan tersebut diberikan untuk yang ketiga kalinya, setelah Kupang pada 2010 dan Palangkaraya pada 2011," katanya.
Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutannya mengatakan, sesungguhnya banyak pemimpin yang memenuhi berbagai kriteria sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan ada di mana-mana.
"Mereka berada di ranah politik, akademi, birokrasi, profesi, kaum tani, pekerja, dunia swasta, dan kalangan agama. Namun, yang diperlukan saat ini adalah bagaimana mereka dapat disinergikan dalam sebuah jaringan," katanya.
Dengan demikian, menurut dia, mereka dapat terakumulasi menjadi sebuah kekuatan besar masyarakat sipil dan memiliki "bargaining position" yang tidak bisa diremehkan untuk menjadi kekuatan perubahan.
Ia mengatakan, dalam perspektif budaya sejatinya unsur-unsur esensial di setiap sila pada Pancasila itu merupakan kesatuan cipta, rasa, dan karsa seluruh bangsa.
Namun, kata Sultan yang juga gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), saat ini dirasakan adanya kesenjangan antara nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan yang ideal dengan nilai-nilai aktualnya.
"Contohnya, meskipun mengakui Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang menuntun perilaku dan tindakan warga bangsa, ternyata dalam kesehariannya masyarakat dipandu oleh nilai-nilai luar seperti materialisme, pragmatisme, egoisme, konsumerisme, hedonisme, oportunisme, primordialisme, dan dogmatisme," katanya.
(B015)