Semarang (ANTARA Jogja) - Budayawan Prof Eko Budihardjo menilai konflik antarkelompok masyarakat yang kerap terjadi sekarang ini karena hilangnya keteladanan masyarakat yang seharusnya didapat dari para pemimpin.
"Pendidikan di sekolah sebenarnya sudah mengajarkan nilai-nilai kebaikan, kearifan, kejujuran, dan sebagainya. Namun, kenapa realitas yang terjadi di lapangan ternyata berbeda?," katanya, di Semarang, Rabu.
Menurut dia, apa saja yang diajarkan di sekolah tidak cukup tanpa adanya praktik yang seharusnya dicontohkan oleh para pemimpin, sebab masyarakat membutuhkan keteladanan dari para pemimpin yang ada di atas.
Kalau mereka yang ada di atas tidak mampu mencontohkan sesuatu yang baik, misalnya, masih saja saling berseteru karena kepentingan politik maka rakyat yang ada di bawah juga akan meniru apa yang dilakukan.
"Sekarang ini kerap terjadi konflik di masyarakat, mulai dari tawuran antarkampung, antarkelompok, antarSMA. Bahkan, siswa antarSMP pun ikut tawuran," kata mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang itu.
Eko prihatin bahwa pertikaian pun terjadi antarsesama pemeluk agama, seperti kekerasan yang menimpa pemeluk Syiah di Sampang, Madura, sampai menimbulkan korban jiwa, mengingat agama mengajarkan perdamaian.
"Amarah masyarakat mudah sekali tersulut selama masih merasakan ketidakadilan, ketidakpuasan, dan kecemburuan satu sama lain. Rakyat di bawah kesulitan ekonomi, malah mereka yang di atas melakukan korupsi," katanya.
Kalau rakyat sejahtera, kata dia, misalnya, mau sekolah biayanya murah, mau berobat juga tidak kesulitan, tentunya amarah masyarakat tidak gampang tersulut, seperti yang terlihat di negara-negara maju.
Berkaitan dengan kerap terjadinya konflik antarmasyarakat, Eko mengharapkan pemerintah melakukan introspeksi dan memberikan perhatian pada masyarakat kecil dengan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
"Upaya ini harus didukung peran aktif kalangan agama, ilmuwan, profesi, seniman-budayawan, dan filsuf. Mereka harus menjembatani sesuai dengan peran masing-masing untuk membangun keadaan lebih baik," katanya.
Kalangan agama, kata dia, harus menyadarkan umatnya untuk bersikap toleran satu sama lain, kalangan profesi dengan perannya sendiri, atau kalangan filsuf yang mentransformasikan kearifan lokal dalam kehidupan.
"Untuk membuat bangsa menjadi lebih baik bisa ditempuh melalui kelima jembatan ini. Kelimanya ini harus menjalankan peran untuk membuat rakyat lebih beradab, memiliki rasa, dan hati nurani," kata Eko.
(KR-ZLS)