Menkes minta ibu hamil optimalkan pemanfaatan Jampersal

id jampersal

Menkes minta ibu hamil optimalkan pemanfaatan Jampersal

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi (Foto antaranews.com)

Jakarta (Antara Jogja) - Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi di Jakarta, Kamis, kembali mengingatkan kepada ibu hamil untuk mengoptimalkan pemanfaatan Jaminan Persalinan (Jampersal) terutama untuk pemeriksaan kehamilan (ante natal care).

Menteri memandang perlu menyampaikan hal itu agar kejadian meninggalnya bayi Dera yang dikesankan tidak mendapatkan perawatan yang semestinya, tidak terulang.

"Ternyata ibu bayi Dera tidak ada ante natal care, padahal dalam Jampersal ada kesempatan empat kali pemeriksaan kehamilan, tapi dia tidak ada. Dia cuma sekali ke bidan dan langsung ke rumah sakit untuk melahirkan," kata Menkes.

Sejak tahun 2011, Pemerintah menggulirkan program Jampersal untuk mengurangi angka kematian ibu dan angka kematian bayi yang masih cukup tinggi.

Melalui layanan Jampersal, seorang ibu hamil akan bisa mendapatkan layanan kesehatan dan persalinan yang biayanya dijamin pemerintah yang terbuka bagi seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan.

Ibu hamil yang menjadi peserta Jampersal berhak memperoleh pelayanan yang meliputi pemeriksaan kehamilan atau ante natal care (ANC) disertai konseling KB sebanyak empat kali, pertolongan persalinan, pelayanan bayi baru lahir, pelayanan nifas dan pelayanan KB pascapersalinan.

Sementara itu, tanpa pemeriksaan kehamilan, Menkes mengatakan kondisi bayi akan sulit untuk diketahui apakah mengalami kelainan pertumbuhan atau tidak.

"Jadi kita harus bergerak lebih ke hulu (waktu hamil), jangan tiap ada yang meninggal, kita ribut. Kita ikhlaskan kepada Tuhan," kata Menkes.

Nafsiah juga berpesan kepada ibu hamil untuk menjaga kesehatan secara optimal.

"Harus betul-betul sehat. Jangan sampai hamil itu suatu 'kecelakaan' atau tidak direncanakan. Betul-betul harus direncanakan dan ibu harus sehat. Kalau ibu sehat, bayi akan lahir cukup bulan, berat badan cukup dan sehat," ujar Menkes.     

Pengetahuan kesehatan saat ini telah cukup maju untuk dapat mencegah agar bayi tidak lahir terlalu cepat (prematur), mengalami berat badan terlalu rendah, atau bagaimana mencegah cacat bawaan.

Untuk kasus bayi Dera, Menkes mengakui bahwa harapan hidupnya memang kecil karena lahir prematur dengan berat badan sangat rendah yaitu 1 kilogram, tidak memiliki kerongkongan dan paru-parunya tidak berkembang.

"Kalau mau bikin operasi kerongkongan baru, saya pernah lakukan ke anak sekecil itu di luar negeri, bukan di Indonesia, dan itu luar biasa sulitnya, angka kematiannya sangat tinggi," kata Menkes.

Sedangkan untuk kasus tidak adanya ruangan neonatal intensive care unit (NICU) tersedia bagi bayi Dera, Menkes mengatakan seharusnya perhitungan di atas kertas mencukupi untuk Jakarta.

"Ada 46 rumah sakit yang memiliki NICU, total ada 143 ruang. Seharusnya perhitungan di atas kertas sudah cukup, tapi kalau ada kejadian semua penuh, kita harus bertanya kenapa demikian?" kata Menkes.

Dari penelitian yang dilakukan Kementerian Kesehatan, NICU banyak digunakan untuk merawat bayi-bayi dengan berat lahir rendah dan sebagian besar atau sekitar 60-70 persen memiliki kelainan bawaan dan cacat bawaan sehingg angka kematian juga tinggi.

Pemeriksaan kehamilan, kata Menkes, seharusnya dapat mengurangi resiko kelahiran prematur dan berat badan rendah serta dapat mengantisipasi kemungkinan gangguan lain.

(A043)