Pengacara : Ucok tidak perlu tes kejiwaan

id pengacara: ucok tidak perlu

Pengacara : Ucok tidak perlu tes kejiwaan

Sidang kasus penyerangan Lapas Cebongan (Foto Antara/Sigit Kurniawan)

Jogja (Antara Jogja) - Tim Penasihat Hukum terdakwa penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan Sleman berasumsi tidak perlu adanya tes kejiwaan bagi eksekutor Serda Ucok Tigor Simbolon untuk menentukan yang bersangkutan mengalami stres disorder.

"Gangguan stres yang dialami Ucok bisa digali dari keterangan orang-orang di sekeliling mengenai perilakunya," kata Ketua Tim Penasihat Hukum terdakwa Kolonel Rokhmat dalam nota duplik di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, Oditur keliru memahami pernyataan saksi ahli bahwa kesimpulan stres disorder harus oleh psikiater. "Tes tidak harus secara langsung, tapi bisa dilihat dari analisis cara dan alasan pelaku melakukan tindak pidana," katanya.

Ia mengatakan timbul pertanyaan, bagaimana seorang psikiater menetapkan seorang pelaku terkena disorder. Jawabannya sederhana, dengan menganalisis alasan, pelaku dalam melakukan tindakannya.

"Ahli psikologi forensik, di hadapan persidangan juga mengatakan, tidak perlu melakukan test secara langsung. Tapi, cukup mendapat informasi perilaku orang tersebut. Pelaksanaan uji klinis oleh psikolog hanya untuk kepentingan pengobatan, sedangkan lainnya tidak perlu, dalam hal ini penilaian terdakwa mengalami gangguan stres atau tidak, dapat dilakukan orang awam," katanya.

Rokhmat mengatakan setelah mendengar kabar penganiayaan yang mengakibatkan meninggalnya Serka Heru Santoso dan pembacokan Sertu Sriyono oleh kelompok preman, perilaku Ucok berubah drastis. Anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan itu kesehariannya dikenal sebagai sosok ceria.

"Namun pascainsiden yang menimpa dua rekannya, Ucok jadi temperamental dan sering termenung. Informasi ini mengacu kesaksian dua terdakwa lain yang disidangkan bersama Ucok yakni Serda Sugeng Sumaryanto, dan Koptu Kodik," katanya.

Penilaian lain dicermati dari sikap menyimpang Ucok, yang meminta para tahanan bertepuk tangan usai penembakan. "Meminta orang lain melakukan selebrasi setelah dirinya melakukan kejahatan adalah hal yang aneh, dan tidak normal," katanya.

Ia mengatakan Oditur Militer juga tidak memiliki rasa tanggung jawab secara hukum dalam pembuktian kasus ini. Hal itu diamati dari kalimat replik pada sidang sebelumnya, yang menyebutkan oditur menyerahkan semua kepada majelis hakim.

"Tuntutan seharusnya ada argumen teori hukum, azas, dan yurisprudensi. Tidak sepatutnya tindakan tidak bertanggung jawab itu dilakukan oleh oditur sebagai ahli pidana," katanya.

Tim Penasihat Hukum juga menolak tuntutan yang diajukan oditur karena tidak ada satu saksi pun yang menyatakan perbuatan terdakwa sudah direncanakan sebelumnya.

Setelah pembacaan duplik selama 1,5 jam, Ketua Majelis Hakim Letkol Chk Joko Sasmito memutuskan menunda sidang hingga Kamis (5/9) mendatang dengan agenda pembacaan vonis.

Sebelum menutup sidang, Joko sempat menyarankan kepada para terdakwa agar terus berdoa. "Semua pihak menyerahkan kepada majelis hakim supaya keputusan seadil-adilnya. Ini merupakan hal yang berat," katanya.

(V001)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024