Demokrat diharapkan pilih ketua komisi rendah resistensi

id Demokrat

Demokrat diharapkan pilih ketua komisi rendah resistensi

Partai Demokrat (dok istimewa)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Partai Demokrat diharapkan memilih kader untuk menempati posisi Ketua Komisi III DPR RI yang resistensinya rendah agar tidak menimbulkan konflik, kata pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bambang Eka Cahya Widodo.

"Oleh karena itu, Demokrat perlu mempertimbangkan keputusannya memilih Ruhut Sitompul sebagai Ketua Komisi III DPR RI. Demokrat lebih baik memilih kadernya yang komunikatif dan rendah resistensi untuk dijadikan ketua komisi," katanya di Yogyakarta, Rabu.

Pada diskusi terbatas "Penundaan Pelantikan Ruhut Sitompul sebagai Ketua Komisi III DPR RI, ia mengatakan, Demokrat sah-sah saja memilih Ruhut sebagai Ketua Komisi III DPR RI, karena hal itu sudah menjadi kewenangan fraksi.

Namun, persoalannya adalah komisi-komisi yang ada di DPR RI itu merupakan simbol dari lembaga, dan tentu perilaku pemimpin juga menjadi pertimbangan.

"Pertimbangan perilaku itu yang menjadi persoalan. Hal itu tidak strategis bagi Ruhut, karena kalau dia memimpin akan sulit produktif," katanya.

Padahal, bagaimana pun Komisi III DPR itu bertugas untuk membuat keputusan undang-undang. Jika pemimpinnya tidak bisa mengendalikan diri atau mengatasi konflik dan tidak bisa bekerja sama dengan orang-orang yang dipimpinnya, maka tugasnya tidak bisa berjalan dengan baik.

"Alangkah baiknya Demokrat memilih pemimpin yang lebih mapan secara emosional, lebih tenang, dan bisa mengelola konflik dengan baik. Perilaku konflik memang dibutuhkan dalam politik, karena hal itu untuk mengetahui penting tidaknya masalah tersebut," katanya.

Namun, sikap mau bekerja sama dengan orang lain juga sangat dibutuhkan dalam menjalankan kepemimpinan, agar bisa menghasilkan keputusan yang baik untuk negara.

"Kalau hanya bisa membuat konflik dan tidak mau bekerja sama, maka lembaga itu tidak bisa berjalan produktif," kata Ketua Bawaslu RI periode 2008-2011 itu.

Menurut dia, konflik dengan kerja sama itu harus seimbang. Namun dalam konteks Ruhut, dia lebih banyak mendorong konflik daripada kerja sama.

"Ketika Ruhut diminta menjadi pemimpin, tentu itu jadi masalah. Apalagi kita ingat kalau dia pernah melontarkan kata-kata yang cukup keras kepada lawan politiknya," katanya.

Jadi, orang-orang cemas, jangan-jangan itu perilaku dasar Ruhut. Padahal, Ruhut juga pernah menjadi pesinetron, seharusnya dia tahu di mana dan kapan bisa memainkan perannya, karena politik itu sebenarnya seperti sinetron yang banyak sandiwara.

Oleh karena itu, Ruhut masih perlu dilatih agar lebih bisa mengendalikan dirinya sehingga ada hal-hal positif yang bisa dicapai olehnya, jika dia masih tetap dipilih sebagai ketua komisi. Persoalan pribadi dengan lembaga juga harus dipisahkan.

"Mungkin bisa juga dicari pengganti Ruhut, yang punya kapasitas mengelola konflik dan bisa bekerja sama, serta resistensinya rendah. Sebenarnya apapun yang kita ucapkan itu harus dijaga, dan cara seseorang berkonflik dengan orang lain itu juga menunjukkan tingkat intelektualitasnya," katanya.

(B015)
Pewarta :
Editor: Mamiek
COPYRIGHT © ANTARA 2024