PSSAT : Indonesia masih perlu membumikan kembali MEA

id MEA

PSSAT : Indonesia masih perlu membumikan kembali MEA

MEA 2015 (Foto Istimewa)

Yogyakarta, (Antara jOGJA) - Pusat Studi Sosial Asia Tenggara Universitas Gadjah Mada menilai Pemerintah Indonesia masih perlu membumikan kembali Masyarakat Ekonomi ASEAN di kalangan masyarakat setelah satu tahun komunitas itu diberlakukan.

"Sampai sekarang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) seolah-olah masih menjadi wacana pemerintah saja, saya kira (MEA) masih perlu dibumikan lagi," kata Direktur Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) Hermin Indah Wahyuni dalam "Symposium On ASEAN Community" di Kampus Pascasarjana UGM, Rabu.

Menurut dia berbagai wacana dan diskusi mengenai MEA tidak boleh berhenti, melainkan masih perlu dipertajam dan diperluas lagi di kalangan masyarakat umum dan dunia bisnis.

"Setelah satu tahun berjalan gegap gempita mengenai MEA seakan hilang, padahal justru baru mulai memasuki tantangannya sekarang," kata dia.

Hermin mengatakan MEA merupakan gerakan bersama seluruh warga ASEAN sehingga seluruh lini masyarakat perlu dilibatkan. Ia mencontohkan, seperti di Thailand, pemaknaan MEA sebagai gerakan bersama itu antara lain diwujudkan dengan mewajibkan seluruh lembaga publik memasang bendera 9 negara ASEAN.

"Meski terkesan simbolik, pengenalan bendara-bendera ASEAN membuat masyarakat Thailand terbiasa dan menganggap sembilan negara itu satu komunitas," kata dia.

Sementara di Indonesia wacana tentang MEA masih lebih banyak dikenal dari sisi persaingan atau tantangan yang menakutkan semata.

"Kalau dibayangkan sebagai ketakutan maka akan menjadi ketakutan, tetapi kalau disiapkan dengan benar justru Indonesia akan berperan," kata dia.

Dari sisi bisnis, sesuai kajian PSSAT UGM, menurut Hermin sebagian besar pengusaha juga masih belum memperhitungkan peluang dalam skala ASEAN. Mereka masih berfokus menggarap pasar nasional yang memiliki 250 juta penduduk.

"Seolah-olah dengan diri sendiri saja kita sudah cukup karena pasar di Indonesia cukup besar. Namun demikian jika tidak (berhasil) justru kita akan dimanfaatkan sembilan negara ASEAN yang lain dan menjadi penonton," kata dia.

Simposium dengan tema "Persisting Hope and Anxienty" berlangsung 16-17 November di UGM itu, bertujuan mendiskusikan bagaimana harapan dan kecemasan yang ada sepanjang pelaksanaan MEA yang telah berlangsung sejak 1 Januari 2016.

"Dari sini kami ingin melakukan refleksi satu tahun pasca diberlakukannya MEA dan bagaimana harapan serta kegelisahan dalam pelaksanaannya," kata dia.***2***

(L007)


Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2025