Praktisi: "branding" Sleman momentum ubah budaya masyarakat

id The Living Culture

Praktisi: "branding" Sleman momentum ubah budaya masyarakat

Kabupaten Sleman (Foto Istimewa) (istimewa)

Sleman (Antara Jogja) - Peluncuran "branding" Kabupaten Sleman "The Living Culture" merupakan momentum untuk mengubah budaya seluruh aparat birokrasi dan masyarakat setempat, kata praktisi komunikasi visual Sumbo Tinarbuko.

"Peluncuran `branding` Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memiliki beban yang berat. Ini adalah titik awal untuk menjaga marwah yang ada dalam `branding` tersebut," kata Sumbo pada sosialisasi dan seminar "Branding Kabupaten Sleman", di Sleman, Rabu.

Menurut dia, mulai dari peluncuran "branding" Sleman pada 15 Mei 2017, semua jajaran birokrasi, pemangku kepentingan, dan siapapun yang ada di Sleman adalah orang-orang yang bertugas menjaga Sleman dan mewujudkan janji yang ada di dalam "branding" tersebut.

"Ini butuh waktu lama, tidak sekadar `launching` dan setelah itu selesai. `Branding` adalah janji, nilai lebih atas apa yang ada di Sleman," katanya.

Ia mengatakan, Sleman selama ini memiliki nilai negatif, yakni sebutan sebagai kota hotel, kota mal, dan kawasan yang penuh dengan sampah visual.

"Sekarang mampukah `brand` baru ini mengubah budaya masyarakat Sleman dan berani menperbaiki penilaian negatif tersebut," kata staf pengajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tersebut.

Sumbo mengatakan, "brand" adalah bagian dari kehidupan, dan ada di dalam jiwa serta masuk dalam napas kehidupan, harus menjadi kata kerja bagi seluruh elemen di Sleman.

"Logo masih kata benda, kalau sudah masuk harus menjadi kata kerja dan harus hidup dan menjadi semangat. Harus ada gerakan sosial," katanya.

Ketua Tim Perumus "Branding" Kabupaten Sleman Ike Janita Dewi mengatakan, perumusan "branding" Kabupaten Sleman tersebut dilakukan melalui pengkajian yang cukup lama menyangkut aspek-aspek sosial dan budaya yang ada di Sleman.

"Branding tersebut harus menonjolkan keunikan dan keunggulan Sleman, ada dua ikon di Kabupaten Sleman yang mendunia, yakni kompleks Candi Prambanan dan Gunung Merapi," katanya.

Menurut dia, "branding" "The Living Culture" mewakili budaya yang hidup dan dinamis di masyarakat Sleman, di antaranya nilai-nilai yang dimiliki masyarakat, dinamika budaya yang luar biasa.

"Kedinamisan ini antara budaya tradisional yang telah lama tumbuh di masyarakat Sleman dan budaya modern yang muncul seiring perkembangan zaman," katanya.

Ia mengatakan, yang terpenting bukan hanya meluncurkan "brand" saja, namun sosialisasi dan internalisasi juga tidak kalah penting.

"Bagaimana masyarakat Sleman dan instansi yang ada kemudian menjaga dan menciptakan kondisi seperti yang ditawarkan dalam `brand` tersebut. Ini butuh kepedulian semua pihak," katanya.

Gambar tiga candi di kompleks wisata Candi Prambanan berlatar belakang Gunung Merapi dengan bertuliskan "Sleman The Living Culture" dan "Part of Jogja" resmi menjadi "branding" Kabupaten Sleman.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman Sudarningsih mengatakan sebelumnya "brand" tersebut digagas untuk "branding" pariwisata di Sleman, namun atas usulan berbagai pihak "brand" tersebut akhirnya menjadi "branding" Kabupaten Sleman.

Menurut dia, "branding" tersebut diharapkan dapat disenergikan dalam setiap kegiatan di masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) maupun instansi di Kabupaten Sleman.

"Nantinya semangat `branding` tersebut diharapkan juga disinergikan dalam bidang perdagangan, industri, ekonomi kreatif, dan promosi-promosi lainnya termasuk sektor pariwisata," katanya.

Ia mengatakan, dalam pariwisata "branding" sangat diperlukan sebagai kontrak kualitas dari penyedia jasa kepada calon konsumennya.

"Dengan demikian insitusi apapun di Kabupaten Sleman harus bisa berkomitmen melaksanakan kontrak kualitas ini," katanya.

(U.V001)
Pewarta :
Editor: Mamiek
COPYRIGHT © ANTARA 2024