BPBD Gunung Kidul mengecek alat peringatan dini di tanah longsor

id Sistem peringatan dini,Tanah longsor,Gunung Kidul

BPBD Gunung Kidul mengecek alat peringatan dini di tanah longsor

Kepala Pelaksana BPBD Gunung Kidul Edy Basuki. (Foto ANTARA/Sutarmi)

Gunung Kidul (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan mengecek alat sistem peringatan dini tanah longsor mengantisipasi bencana tanah longsor, khususnya zona tanah longsor.

Kepala Pelaksana BPBD Gunung Kidul Edy Basuki di Gunung Kidul, Senin mengatakan di wilayah Gunung Kidul terdapat alat sistem peringatan dini (EWS) tanah longsor yang dipasang di 68 titik.

"Rencananya, kami akan melakukan pengecekan biasanya yang mengalami kerusakan pada komponen aki. Soalnya, beberapa wilayah di Gunung Kidul sudah diguyur hujan dengan intensitas tinggi, khawatirnya EWS tidak berfungsi," kata Edy.

Ia mengatakan saat ini hujan belum turun secara menyeluruh di Gunung Kidul, baru turun hujan di titik-titik tertentu. Menurut prediksi BMKG turun hujan secara merata pada dasarian ke dua atau pada 11 November ke atas baru turun hujan secara merata.

"Kami akan mengantisipasi potensi acaman tanah longsor, khususnya di wilayah utara, seperti di Kecamatan Gedangsari, yang setiap tahunnya terjadi bencana tanah longsor," katanya.

Terkait kegiatan dropping air yang dilakukan BPBD Gunung Kidul, pihaknya tetap akan melakukan hingga tidak ada permintaan dari kecamatan yang terdampak kekeringan.

"Perkiraan satu minggu dan melihat apakah hujan sudah merata, karena kalau kondisi seperti ini Penampungan Air Hujan (PAH) dan sumur biasanya belum merata," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Kecamatan Girisubo Arif Yahya mengatakan krisis air di wilayahnya semakin parah. Hal ini dikarenakan air makin sulit dicari sehingga sumber-sumber ada yang diserbu dengan menggunakan truk tangki pengangkut air.

Sopir tangki mengambil inisiatif mengambil air di lokasi lain, namun kondisi sama sehingga mengakibatkan penyaluran air ke masyarakat menjadi tersendat.

"Debit sumbernya makin mengecil saat kemarau, sehingga tangki yang ambil air harus antre panjang, bahkan untuk pengambilan air tidak saja mengambil sumber air dari Desa Songbanyu, tetapi hingga Pracimantoro, Wonogiri,” katanya.