Yogyakarta (ANTARA) - Banyak debitur yang belum memahami secara benar perjanjian terkait pembiayaan atau kredit kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor, kata Legal Business Head Astra Credit Companies (ACC) Ikhsan Abdillah.
"Banyak orang memilih di perusahaan pembiayaan untuk mendapatkan mobil atau sepeda motor secara kredit. Namun, ada beberapa hal terkadang tidak diperhatikan para debitur sehingga sering terjadi masalah sebelum akad kredit lunas dilakukan," kata Ikhsan Abdillah pada media gathering di Yogyakarta, Senin.
Padahal, kata dia, harus dipahami sebelum terjadi transaksi pembiayaan harus melibatkan konsumen, supplier (dealer), dan perusahaan pembiayaan. Debitur akan melakukan perjanjian pembiayaan dan perusahaan pembiayaan akan melakukan pelunasan kepada supplier.
Menurut Ikhsan, saat melakukan perjanjian kredit harus mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur pada nilai pokok utang, bunga dan tenor, jatuh tempo utang, denda dan penalti sampai pada prosedur penanganan problem piutang.
Sedangkan perjanjian mengacu pada UU Jaminan yang mengatur bentuk jaminan, nilai jaminan, peruntukan jaminan, perikatan penjaminan, larangan pengalihan dan kewajiban penyerahan jaminan saat eksekusi.
Namun, demi mendapatkan kendaraan bermotor lebih cepat, debitur tidak memperhatikan hal lain sebelum melakukan perjanjian pembiayaan, seperti memilih produk pembiayaan sesuai kemampuan, melengkapi persyaratan kredit dengan sah dan benar hingga memahami hak dan kewajiban dalam perjanjian.
"Selain itu, memahami konsekuensi penyerahan jaminan kredit dan memenuhi kewajiban angsuran dengan baik. Namun, dalam perjalanannya timbul masalah yang sering terjadi adalah lalai membayar angsuran yang termasuk dalam cedera janji," kata Ikhsan.
Bahkan, debitur nekat menyembunyikan atau bahkan menjual sepeda motor atau mobilnya ke orang lain, ketika proses pembayaran angsuran belum selesai atau lunas.
"Kami sarankan, yang seperti ini jangan dilakukan. Pasti akan terserat kasus pidana. Kalau ada masalah dengan pembayaran angsuran atau problem apapun, lebih baik konsultasikan dengan perusahaan pembiayaannya. Minta solusi terbaik," ujar Ikhsan.
Ia mengakui masih ada debitur yang menyalahartikan aturan terbaru dari Mahkamah Konstitusi, bahwa dengan aturan ini perusahaan leasing tidak lagi bisa menarik sepeda motor atau mobil yang dibeli secara kredit dengan pembiayaan dari leasing.
Padahal, masih ada solusi yang ditawarkan seperti menghubungi petugas perusahaan pembiayaan dan jangan menghindar atau melawan dengan cara kekerasan kepada petugas dari perusahaan pembiayaan.
"Kami juga tidak serta merta menerjunkan debt collector yang saat ini disebut petugas eksekusi. Saat ini mereka harus memenuhi persyaratan seperti ada surat tugas atau kuasa, membawa identitas dan bukti wanprestasi, sampai harus lolos sertifikasi," tutur Ikhsan.
Sementara itu, Digital Business Division Head ACC David Thamrin mengatakan pascapademi COVID-19, secara nasional ACC membukukan pembiayaan sebesar lebih dari Rp36 triliun pada tahun 2023.
"Dari jumlah tersebut, hanya 0,54 persen yang masuk kategori kredit bermasalah. Angka ini masih di bawah acuan besaran tentang kredit bermasalah yang ditetapkan untuk industri. Kredit bermasalah ini sebagian besar melibatkan nasabah yang sejak awal memang ada indikasi atau mempunyai niat untuk nakal," kata David.
Berita Lainnya
Menkeu laporkan fraud debitur LPEI kepada Kejagung
Senin, 18 Maret 2024 12:26 Wib
Baca, Presenter Brigita Manohara diperiksa KPK
Minggu, 11 Juni 2023 6:11 Wib
Debitur BLBI tak lunasi utang dihukum berat, ancam Mahfud
Rabu, 7 Juni 2023 5:40 Wib
BNI gelar akad kredit 5.476 debitur FLPP
Rabu, 29 Juni 2022 6:32 Wib
Menkeu: Satgas BLBI panggil 24 obligor dan debitur
Selasa, 21 September 2021 23:38 Wib
BNI menggelar akad kredit massal bagi 4.675 debitur KPR Sejahtera FLPP
Rabu, 31 Maret 2021 12:01 Wib
Pemerintah menyediakan Rp6,1 triliun bantu debitur KUR terdampak COVID-19
Kamis, 16 April 2020 21:10 Wib
Pemkab Kulon Progo berikan relaksasi kepada debitur
Sabtu, 4 April 2020 20:24 Wib