Yogyakarta (ANTARA) - "Biasanya kalau tidak hujan, sebelum magrib sudah habis, kadang malah kurang," ucap Andi (56) sembari terus fokus menata nasi bungkus di serambi Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta.
Dibantu pengurus masjid lainnya, pria berkopiah putih itu sesekali menggeser piring berisi nasi bungkus ke bagian meja yang sudah kosong. Masing-masing warga yang baru datang dipersilakan mengambil sajian buka puasa gratis itu secara mandiri.
Kamis sore itu hujan lebat mengguyur Kota Gudeg. Gemericiknya pun menyaingi suara pengajian jelang buka puasa di masjid yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 1773 itu.
Ratusan orang yang nyaris memenuhi serambi masjid berubin warna kuning itu khusyuk mendengarkan isi pengajian.
Beberapa di antaranya harus berpindah mencari tempat lain untuk menghindari tampias (tepercik) air hujan sembari menenteng piring berisi sebungkus nasi dan segelas teh hangat.
Mereka berasal dari pelbagai daerah dengan beragam latar belakang, bahkan terkadang dari kalangan non-muslim.
Meski hujan belum surut, hingga pukul 17.30 WIB sejumlah orang masih tampak berdatangan menuju masjid dengan lebih dulu menghampiri tempat nasi bungkus yang dijaga Andi, lalu bergabung ikut mendengarkan ceramah.
Kamis adalah hari spesial di masjid milik Keraton Yogyakarta itu. Masyarakat yang telah mengenal Masjid Gedhe Kauman, hafal bahwa saban Kamis takmir pasti menyajikan menu favorit gulai kambing.
Kendati demikian, bukan berarti Masjid Gedhe Kauman hanya menyajikan menu buka puasa gratis pada Kamis. Hari-hari lainnya, pengurus pun menyajikan takjil yang tak kalah nikmat, mulai dari brongkos, sayur lodeh, semur ayam, tumis tauge, opor ayam, serta beragam menu khas rumahan lain.
Takjil gulai kambing di Masjid Gedhe dikenal memiliki cita rasa yang khas dan gurih.
Setiap porsinya berisikan lengkap dengan kuah gulai berwarna kuning kunyit cenderung bening berpadu daging dan jeroan kambing, lalapan, dan nasi putih beralas daun pisang. Meski telah dibungkus kertas minyak, menu spesial itu masih disajikan di atas piring.
Sore itu, disiapkan sebanyak 1.500 bungkus nasi gulai kambing. Seiring terus meningkatnya jamaah yang datang, jumlah porsi gulai kambing pun terus ditambah setiap tahun.
Tak seperti pekan sebelumnya, porsi takjil masih tersisa belasan. Usai shalat maghrib berjamaah, pengurus pun mempersilakan jamaah kembali mengambil untuk dibawa pulang.
Tradisi dan syiar
Ketua Takmir Masjid Gedhe Kauman Azman Latif mengaku tidak tahu pasti kapan tradisi buka puasa dengan gulai kambing itu bermula.
Meski demikian, dia menyebut pada akhir tahun 1960-an, menu gulai kambing itu sudah menjadi tradisi khas di Masjid Gedhe Kauman.
Mengutip laman suaramuhammadiyah.id, ada dua versi berbeda tentang asal muasal tradisi takjil gulai kambing ini. Pertama, bermula dari banyaknya warga yang mengadakan akikah putra-putrinya, yang dagingnya dibagikan untuk santapan berbuka puasa bagi jamaah masjid.
Pengurus masjid mengalokasikan hari Kamis sebagai waktu khusus bagi yang melakukan akikah, akhirnya berkembang menjadi sebuah tradisi baru.
Kedua, tradisi itu dimulai sejak pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dan KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) yang kerap berbagi makanan kepada kaum duafa, berupa menu makanan gulai kambing.
Terlepas kedua versi itu, penyajian menu daging kambing merupakan bentuk membahagiakan orang beribadah. Dengan harapan orang yang beribadah tidak merasa sedih dan susah.
Dalam waktu bersamaan, menu istimewa itu sekaligus menjadi sarana syiar agar makin banyak masyarakat yang tertarik meramaikan atau mengisi Ramadhan dengan ibadah dan berkegiatan positif di Masjid Gedhe.
Jurus itu pun membuahkan hasil. Jamaah yang datang untuk berbuka puasa sembari mendengarkan ceramah di Masjid Gedhe Kauman terus meningkat signifikan dari tahun ke tahun.
Dari mulanya hanya disiapkan ratusan porsi, kini panitia harus menyajikan 1.000 sampai 1.500 porsi gulai kambing bagi para jamaah.
"Kalau dulu Sunan Kalijaga syiar Islam pakai gamelan, Masjid Gedhe salah satunya menarik orang untuk datang ke mesjid dengan gulai kambing," ucap Koordinator Seksi Takjil Masjid Gedhe Kauman Djudjuk Inhari Edi.
Berlomba berdonasi
Di balik menu takjil gulai kambing yang digrandrungi dan telah menjadi ikon Masjid Gedhe Kauman, banyak dermawan atau donatur yang membiayai menu spesial itu.
Puluhan donatur yang berasal dari berbagai daerah, bahkan mancanegara termasuk dari Malaysia, harus mengantre mendapatkan bagian berdonasi.
Mereka yang rata-rata pernah bersinggungan atau berkuliah di Yogyakarta itu acap kali berebut mendapatkan jatah bedonasi gulai kambing untuk Kamis pekan pertama Ramadhan.
Kendati daftar donatur gulai kambing untuk tahun ini telah terpenuhi untuk empat pekan Ramadhan, Djujuk bercerita ada salah satu donatur dari Jakarta yang tetap menginginkan berdonasi menu itu.
Pengurus masjid pun akhirnya memutuskan memberikan kesempatan dengan menyajikan gulai kambing pada Sabtu (30/3) bersamaan kegiatan donor darah di masjid itu.
Ribuan bungkus nasi gulai kambing itu tak disajikan asal-asalan. Jauh hari sebelum Ramadhan, takmir membuka pendaftaran bagi penyedia jasa katering dengan seleksi ketat.
Selain soal kualitas rasa, jasa katering harus mampu menyajikan gulai kambing melalui proses yang bersih dan sehat. Kondisi dapur atau tempat untuk memasak akan dicek secara langsung.
"Tahun ini ada 10 katering untuk gulai kambing. Kami punya standar. Yang enak dan berkualitas bisa kami pertahankan untuk tahun-tahun berikutnya," ujar Djujuk.
Sebelumnya, gulai kambing itu dimasak secara gotong royong oleh pengurus bersama warga Kauman. Penggunaan jasa katering baru dimulai sekitar tahun 2004 seiring meningkatnya jamaah.
Cahyo Edi (36) adalah satu dari sekian banyak warga DIY yang konsisten menanti tradisi takjil gulai kambing di Masjid Gedhe Kauman setiap Ramadhan.
Warga Godean, Kabupaten Sleman, itu mengaku rutin berbuka puasa di masjid milik Keraton Yogyakarta itu setiap Kamis sejak ia duduk di bangku kuliah pada 2010 hingga saat ini.
Bagi Cahyo, lebih dari soal cita rasa yang khas, menu buka puasa gulai kambing perlu terus dipertahankan karena sudah menjadi ciri khas di Masjid Kauman kala Ramadhan tiba.
"Bisa jadi nostalgia buat orang yang dulu kuliah di Yogyakarta terus merantau dan kebetulan pas Ramadhan ada kesempatan pulang," ucap dia.
Selain menjadi sarana syiar dan tradisi turun temurun, memastikan gulai kambing agar tak terhapus dari daftar wajib menu takjil di Masjid Gedhe Kauman merupakan salah satu ikhtiar menjaga kekayaan masakan tradisional Nusantara tetap lestari.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gulai kambing di Masjid Gedhe Yogyakarta, antara tradisi dan syiar