DP3 Sleman berhasil kembangkan kawasan pertanian sehat hemat biaya

id DP3 Sleman,Sleman,kawasan pertanian sehat

DP3 Sleman berhasil kembangkan kawasan pertanian sehat hemat biaya

Petani di Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman, DIY, berhasil kembangkan kawasan pertanian sehat. (ANTARA/HO-Dokumen DP3 Sleman)

Sleman (ANTARA) - Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, berhasil mengembangkan program kawasan pertanian sehat untuk praktik pertanian menuju sistem yang lebih sehat dan berkelanjutan sehingga menunjukkan potensi penghematan biaya produksi jangka panjang melalui pengurangan ketergantungan  bahan kimia.

Pelaksana tugas Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman Suparmono di Sleman, Senin, mengatakan berdasarkan laporan hasil analisis dan evaluasi program Sleman Kawasan Pertanian Sehat yang dilaksanakan oleh Tim Bulaksumur Consulting, tingkat adopsi petani terhadap praktik budidaya tanaman sehat tergolong cukup baik dengan capaian 71,33 persen dan kategori setuju, berdasarkan pengetahuan dan perilaku petani.

“Program Sleman Kawasan Pertanian Sehat telah meningkatkan pengetahuan dan merubah perilaku petani secara signifikan,” kata Suparmono.

Menurut laporan, bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap perubahan perilaku tersebut adalah adanya peluang pasar, peran PPOPT/PPL, serta usia petani. Selain itu, manfaat lingkungan yang signifikan terlihat dari peningkatan kesehatan tanah dan
keseimbangan ekosistem.

“Program ini juga memiliki peluang peningkatan nilai ekonomi melalui branding Padi Sehat Sleman,” katanya.

Sebagaimana diketahui, Kabupaten Sleman berkomitmen untuk mewujudkan diri sebagai kawasan pertanian sehat melalui program Sleman Kawasan Pertanian Sehat. Program ini didasari oleh Instruksi Bupati Sleman Nomor 19/Instr/2023 dan Peraturan Bupati Sleman Nomor 62 Tahun 2023 tentang Pengembangan Pertanian Organik Berbasis Kawasan.

“Fokus utama program ini adalah mengembangkan sistem budi daya tanaman sehat (BTS) yang menggantikan penggunaan pupuk dan pestisida kimia dengan pupuk organik dan agensia hayati,” katanya.

Lebih lanjut, Suparmono mengatakan pemerintah Kabupaten Sleman mendukung program ini melalui berbagai inisiatif, termasuk pelatihan petani, pemberian bantuan alat pertanian, dan pengembangan komoditas strategis seperti padi, cabai, dan telur.

“Padi masih menjadi tanaman pangan utama, untuk itu Pemda Sleman mendukung dengan alokasi anggaran sebesar Rp16 miliar di 2023,” kata Suparmono.

Luas panen padi Kabupaten Sleman tahun 2023 yaitu 41.983 hektare terdiri dari 41.513 hektare lahan sawah dan 470 hektare lahan sawah tadah hujan/ladang dengan rata-rata produktifitas 60,22 kuintal per hektare.

Produksi padi sawah 251.159 ton dan 1.659 ton padi ladang/tadah hujan sehingga total produksi padi sebesar 252.818 ton gabah kering giling (GKG).

“Sleman juga memiliki program pengembangan padi sembada merah/hitam serta mendorong pengembangan usaha tani organik untuk memenuhi kebutuhan beras organik,” kata Suparmono.

Khusus untuk komoditas padi, Program Sleman Kawasan Pertanian Sehat telah dilaksanakan pada tahun 2021dan 2023 dengan target petani.

“Sebanyak lebih dari 2.000 petani yang tergabung dalam 39 gapoktan atau kelompok tani telah melaksanakan program ini,” kata Suparmono.

Tujuan program ini adalah menyejahterakan petani, melindungi konsumen, menjaga kelestarian lingkungan, serta memenuhi kebutuhan pasar akan produk pertanian sehat, terutama seiring dengan pesatnya pertumbuhan industri pariwisata di Sleman.

Manfaat program ini telah dirasakan petani, sebagaimana diungkapkan Sriyono, anggota Gabungan Kelompok Tani Ngudi Waluyo.

“Saya sudah mengenal Budidaya Tanaman Sehat (BTS) ini sejak 5 tahun yang lalu, dan masih menerapkannya sampai saat ini,” kata Sriyono.

Warga Padukuhan Prumpung, Sardonoharjo, Ngaglik ini mengungkapkan bahwa sejak mengenak BTS, dan tidak lagi ketergantungan dengan pupuk kimia subsidi. Biaya yang dibutuhkan untuk modal budidaya padi hanyalah biaya olah tanah dan biaya tanam.

“Sangat menghemat, karena pupuknya buat sendiri kok,” demikian jawaban Sriyono ketika ditanya apakah BTS ini lebih efisien," katanya.

Sriyono juga menceritakan bahwa saat awal menerapkan BTS, untuk luasan 1000 meter persegi, bisa panen 5-6 ton per hektare.

“Tahun ketiga bahkan panennya mencapai 9 ton per hektare, tapi sayangnya tahun ini menurun akibat kekurangan air saat fase pembungaan,” kata Sriyono.