Melindungi petani
Sejarah pendirian Bulog tidak hanya bertujuan menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan, tetapi juga untuk mendekatkan diri dengan petani. Oleh karena itu, hubungan yang saling menguntungkan antara Bulog dan petani harus terus diperkuat.
Saat ini, diskusi mengenai swasembada pangan semakin berkembang. Paradigma baru yang muncul tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi, tetapi juga pada kesejahteraan petani. Dengan kata lain, swasembada pangan harus berjalan seiring dengan peningkatan taraf hidup para petani.
Dalam konteks ini, kehadiran Bulog di tengah petani saat panen raya merupakan simbol nyata kehadiran negara dalam masyarakat.
Jika negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi petani, maka Bulog adalah instrumen negara yang mewujudkan perlindungan tersebut.
Bulog harus tampil sebagai pembeli utama (offtaker) yang membeli gabah dan beras dari petani dengan harga yang layak. Hal ini penting untuk memastikan bahwa petani tidak dirugikan oleh fluktuasi harga yang sering kali dikendalikan oleh tengkulak dan spekulan.
Selain membeli hasil panen petani, Bulog juga perlu menggandeng bandar, tengkulak, pedagang, dan pengusaha beras dalam ekosistem yang lebih adil. Jika selama ini mereka menikmati margin keuntungan yang besar, sudah saatnya sebagian keuntungan tersebut juga dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Baca juga: DP3 Sleman terus meningkatkan keterampilan budi daya padi petani
Bulog harus benar-benar memosisikan petani sebagai mitra strategis, bukan sekadar pemasok. Dengan semangat kebersamaan dan kemitraan yang kuat, Bulog dapat memainkan peran yang lebih signifikan dalam membangun sektor pangan yang berkelanjutan.
Keberadaan Bulog sebagai lembaga yang terbebas dari status perusahaan yang harus berorientasi profit akan memberikan fleksibilitas lebih besar dalam menjalankan misinya untuk melindungi petani.
Dengan semangat persaudaraan (brotherhood spirit), Bulog dapat kembali ke peran asalnya sebagai benteng perlindungan bagi petani di Tanah Air.
Sebagai bagian dari instrumen negara, Bulog harus berdiri di garis depan untuk memastikan bahwa petani tidak hanya menjadi objek dalam kebijakan pangan, tetapi juga sebagai mitra yang dihargai.
Oleh karena itu, keputusan untuk mengembalikan Bulog ke format lembaga otonom bukan sekadar langkah politik, melainkan sebuah strategi besar untuk mewujudkan kedaulatan pangan yang benar-benar berpihak pada petani.
*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.
Baca juga: Distan Kulon Progo imbau petani tunda jual gabah di bawah HPP
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: "Brotherhood Spirit" Bulog dan petani untuk wujudkan kedaulatan pangan