PPNS limpahkan kasus perusakan SMA 17

id sma 17

PPNS limpahkan kasus perusakan SMA 17

SMA 17 "1" Yogyakarta (Foto 1.bp.blogspot.com)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Kasus perusakan bangunan cagar budaya SMA 17 "1" yang sudah ditangani sejak Mei 2013 akhirnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta setelah berita acara penyidikan dinyatakan lengkap oleh PPNS Balai Pelestarian Cagar Budaya.

"Kasus ini ditangani sudah sejak lama dan baru dilimpahkan sekarang karena ada beberapa kendala yang harus dihadapi seperti tempat tinggal tersangka yang berada di luar kota. Namun, kendala-kendala yang ada itu dapat diatasi," kata Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Polda DIY Kompol Triwiratmo di Yogyakarta, Selasa.

Berkas kasus perusakan bangunan cagar budaya tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DIY pada 9 September beserta tersangka dan barang buktinya seperti genteng, kayu dan peralatan yang digunakan untuk merusak.

Tersangka perusakan bangunan cagar budaya yang ditetapkan PPNS berjumlah dua orang yaitu YT selaku eksekutor perusakan dan MZ selaku pemilik dan pemberi perintah perusakan. Keduanya terbukti melakukan perusakan secara sengaja pada bangunan cagar budaya.

Penyidikan yang dilakukan PPNS didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. "Undang-undang tersebut adalah "lex specialis", sehingga pemilik bangunan pun tidak boleh sembarangan melakukan pembongkaran atas bangunan cagar budaya yang dimiliki," katanya.

Bangunan SMA 17 "1" tersebut ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 210/KEP/2010 dalam urutan 39. Bangunan itu memiliki nilai sejarah sebagai markas Tentara Pelajar.

Sementara itu, PPNS BPCB Eko Hadiyanto mengatakan, proses penyidikan didasarkan pada laporan kejadian No.LK/02/V/PPNS-BPCB/2013 tertanggal 22 Mei 2013. Selama proses penyidikan, PPNS memeriksa 12 saksi ditambah tiga saksi ahli.

"Dari hasil penyidikan diketahui bahwa kedua tersangka tersebut terbukti melanggar UU Nomor 11 Tahun 2010 dengan ancaman hukuman yang cukup berat yaitu pidana penjara satu tahun dan maksimal lima tahun dan atau denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp5 miliar," katanya.

Ia menegaskan, PPNS BPCB hanya melakukan penyidikan atas kasus perusakan bangunan cagar budaya dan tidak melakukan penyidikan kasus perdata yang juga melibatkan bangunan cagar budaya itu.

"Kami fokus pada kasus perusakan bangunan dan tidak melakukan penyidikan atas kasus perdata jual beli sertifikat tanah dan bangunan itu," katanya.

Sampai sejauh ini, lanjut Eko, kasus perusakan bangunan cagar budaya tersebut adalah kasus pertama di Indonesia yang dilimpahkan ke Kejati oleh PPNS.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan DIY GBPH Yudhaningrat mengatakan, akan menunggu keputusan pengadilan terkait kasus tersebut sebelum memutuskan langkah apapun.

"Kami siap memfasilitasi, seperti siapa yang sebenarnya berhak atas bangunan itu atau masalah lainnya dengan dana keistimewaan atau dengan APBD DIY," katanya.

(E013)
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024