Pakar: Indonesia masih kekurangan donor kornea mata

id mata

Pakar: Indonesia masih kekurangan donor kornea mata

Ilustrasi (Foto Istimewa)

Jogja (Antara Jogja) - Indonesia sampai saat ini masih kekurangan donor kornea mata, padahal kebutuhan transplantasi kornea cukup tinggi, kata pakar kesehatan mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Suhardjo.

"Hingga kini terdapat 25 ribu antrean tunggu penerima donor kornea. Namun, baru sekitar 5-10 persen penderita kebutaan yang bisa ter-`cover` untuk menerima transplantasi kornea," katanya di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, faktor budaya dan kesadaran masyarakat terhadap kebutaan yang masih rendah menjadi penyebab utama minimnya pendonor kornea dari dalam negeri. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan transplantasi kornea mata, Indonesia bergantung pada donor luar negeri.

"Sebenarnya kekurangan donor kornea bisa diatasi dengan donor dari negara lain, seperti meminta donor ke Filipina. Namun, `cost service`-nya cukup besar yakni 1.500 dolar AS per kornea," katanya.

Ia mengatakan belum adanya kebijakan maupun undang-undang yang mengatur ketentuan donor juga menjadi penyebab minimnya aktivitas donor kornea. Hal itu berbeda dengan Singapura dan Filipina yang memiliki donor melimpah karena ketentuan donor telah diatur dalam undang-undang.

"Indonesia belum memiliki payung hukum yang mendukung donor organ. Beda dengan Filipina, misalnya, ketentuan donor sudah diatur dalam undang-undang sehingga setiap orang meninggal langsung menjadi donor, kecuali ada pengajuan penolakan," katanya.

Menurut dia, kasus kebutaan yang terjadi di Indonesia banyak disebabkan adanya kekeruhan pada kornea mata akibat infeksi jamur, bakteri, dan virus.

"Transplantasi kornea dengan membedah jaringan kornea rusak digantikan dengan jaringan kornea donor dapat dilakukan pada pasien dengan penipisan kornea pada ulkus kornea, keratokonus, klukoma, dan distorfi kornea," katanya.

Ia mengatakan umumnya transplantasi dilakukan dengan mengganti seluruh ketebalan kornea (penetrating). Namun, saat ini telah dikembangkan teknologi transplantasi kornea terbaru yakni lamellar dengan transplantasi pada sebagian ketebalan kornea.

Metode itu, kata dia, dapat menekan tingkat risiko rejeksi dan rehabilitasi visual menjadi lebih cepat. Sekitar 70 persen operasi di Indonesia dilakukan dengan metode penetrating.

"Metode itu masih menyimpan risiko penolakan sekitar 10-30 persen. Di sejumlah negara maju sudah banyak yang menerapkan transplantasi lamellar karena bisa menurunkan risiko rejeksi," katanya.

Menurut dia, hingga kini metode tranplantasi lamellar baru diterapkan di salah satu rumah sakit Jakarta. Selain teknologi yang mahal, teknik itu juga belum banyak dikuasai oleh dokter mata di Indonesia.

Untuk meningkatkan pemahaman teknik tranplantasi terbaru tersebut, Fakutas Kedokteran UGM akan mendatangkan pakar dalam bidang tersebut yakni Retta Gurug dari Kathmandu, Nepal.

Ia mengatakan pakar tersbeut akan melakukan operasi tranplantasi kornea dengan teknik lamellar di Rumah Sakit Sardjito YOgyakarta dengan donor kornea yang dibawa dari Nepal pada 6 Maret 2015.

"Proses dan hasil operasi itu akan dipaparkan pada Annual Scientific Meeting (ASM) Mata 2015 di Yogyakarta pada 7 Maret 2015," kata Suhardjo yang juga Ketua ASM Mata 2015.

(B015)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024