48,20 persen tanah Gunung Kidul belum bersertifikat

id tanah

48,20 persen tanah Gunung Kidul belum bersertifikat

Tanah disekitar pantai di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. (Foto ANTARA/Mamiek)

Gunung Kidul (Antara Jogja) - Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat masih ada sekitar 48,20 persen tanah di daerah ini belum bersertifikat.

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gunung Kidul Yohanes Supama di Gunung Kidul, Jumat, mengatakan BPN memerlukan waktu 28 tahun untuk menyelesaikan pendataan jika menggunakan program prona.

"Setiap tahun kami mendapatkan jatah 6.000 bidang sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk menyelesaikan seluruhnya. Itu pun ditambah mandiri dan lintas sektoral," kata Supama.

Ia mengatakan luas tanah Gunung Kidul totalnya mencapai 576.548 bidang tanah, sedangkan yang sudah bersertifikat 298.638 petak, dan sisanya 277.910 bidang belum bersertifikat.

Selain program prona, kata dia, sebenarnya terdapat program lintas sektoral dari Kementerian Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), dan Koperasi berjumlah 450 bidang, sedangkan yang mandiri setiap tahunnya mencapai 3.000 petak.

"Tanah yang belum bersertifikat di antaranya tanah leter C, model D, tanah kasultanan, dan tanah kas desa," kata Supama.

Menurut dia, untuk mempercepat program sertifikasi, pihaknya berupaya menambah kuota program prona dengan mengajukan pada Pemerintah Pusat. Namun demikian ia berharap adanya bantuan dari pemerintah daerah.

"Pada 2015, kami mengajukan 7.000 bidang. Tahun lalu, kami mengajukan 9.500 bidang hanya di terima 6.000 bidang," kata dia.

Ia mengatakan sebanyak 6.000 bidang sertifikat itu dibagi 47 desa di Gunung Kidul. Rata-rata setiap desa mendapatkan 100-150 bidang tanah.

"Ada dua desa pengecualian yakni Semin dan Sumberwungu yang mendapatkan 200 pengajuan karena dua desa itu bisa menyelesaikan dengan baik," katanya.

Supama mengakui minat warga masyarakat untuk menyertifikatkan tanahnya secara mandiri masih kecil. Hal itu tidak lepas dari besarnya biaya pembuatan sertifikat serta prosesnya yang cukup rumit.

"Sebagian masyarakat kita masih malas mengurus. selain itu kalau prona tidak membayar hanya membayar tambahan, misalnya surat-surat dan persyaratan lainnya," kata dia.

Kepala Desa Semin Tri Sutarno mengatakan di desanya masih ada sekitar 30 persen tanah yang belum bersertifikat dan diakui program prona membantu masyarakat.

"Tahun ini, kami memperoleh jatah prona untuk 200 bidang tanah," katanya.


(KR-STR)