Kulon Progo (ANTARA Jogja) - Warga penghasil durian Dusun Crangah, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar kembali merti dusun setelah sempat tujuh tahun berhenti supaya hasil pertanian melimpah.
Tokoh masyarakat Dusun Crangah, Triyo Suyud di Kulon Progo, Minggu, mengatakan, merti dusun digelar dengan kirab gunungan, kenduri, serta pagelaran wayang kulit.
Tujuan warga Dusun Crangah ingin menghidupkan lagi tradisi merti dusun karena setelah digelarnya tradisi tersebut hasil pertanian diharapkan menjadi semakin melimpah. Dusun Crangah yang memiliki warga 114 kepala kelauarga (kk) sendiri selama ini dikenal sebagai penghasil durian, manggis, serta gula kelapa. Untuk musim ini, durian sudah mulai berbuah dan diperkirakan akan panen Januari-Februari mendatang.
Potensi buah durian di sini sangat besar. Setiap kepala keluarga rata-rata mempunyai 15-20 batang pohon durian. Setiap pohon bisa menghasilkan 300-500 butir bahkan ada yang sampai ribuan. Jadi dalam satu kali musim, satu dusun ini bisa menghasilkan miliaran rupiah.
"Tradisi merti dusun di Crangah ini pernah berhenti sekitar 7 tahun karena kurangnya pengertian dari orang tua terhadap anak-anak muda dalam melestarikan budaya. Sehingga tahun ini kami aktifkan lagi dan akan diadakan setiap tahun dengan harapan hasil pertanian dan perkebunan semakin melimpah," kata Triyono.
Acara merti dusun, kata dia, diawali dengan berkumpulnya ratusan warga membawa gunungan dari masing-masing Rukun Tetangga (RT) serta aneka makanan yang dikemas dalam tenong (wadah dari bambu). Uborampe berupa gunungan serta tenong-tenong tersebut kemudian dikirab menuju rumah salah satu tokoh masyarakat tempat digelarnya kenduri dan wayang kulit.
Dalam kirab itu gunungan yang diusung sebanyak lima gunungan tumpeng dari masing-masing RT serta seratusan tenong. Selain itu ada juga gunungan buah-buahan yang menjadi pelengkap uborampe. Uborampe dalam tradisi itu diantaranya berupa nasi tumpeng, nasi golong diapit cengkir (kelapa muda) gading, serta ingkung.
Dalam kenduri itu dilakukan doa bersama dipimpin pemuka agama untuk memohon berkah dari Tuhan. Selanjutnya digelar pertunjukan wayang kulit pada siang serta malam harinya dengan lakon Sri Bali dan Tumurune Wahyu Eko Bawono.
"Tujuannya sebagai ungkapan syukur terhadap Tuhan atas anugerah keselamatan serta hasil panen yang diberikan seperti durian, manggis, dan hasil pertanian lain. Selain itu juga untuk melestarikan tradisi adat tinggalan nenek moyang yang sudah dilaksanakan turun temurun," kata dia.
(KR-STR)